tag:blogger.com,1999:blog-58462997234276348232024-03-13T09:20:20.106-07:00sejarah suku batakhendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-79962241924115028622010-08-22T20:48:00.001-07:002010-08-22T20:48:16.021-07:00<img style="visibility:hidden;width:0px;height:0px;" border=0 width=0 height=0 src="http://counters.gigya.com/wildfire/IMP/CXNID=2000002.0NXC/bHQ9MTI4MjU4NTcyNzE3MSZwdD*xMjgyNTg1ODM1OTIxJnA9NTYyMDEyJmQ9Jm49YmxvZ2dlciZnPTEmbz*2ODdhODk5YjRjNzc*/MDAzYmUyNDE1NmVmZTI3MTEwMiZvZj*w.gif" /><div align="left"><table border="0" bgcolor="#000000" width="315"><tr><td><a target="_blank" href="http://www.musik-live.net/music-code-generator.php" title="Artist - Title Song"><span style="color:#49A3FF; font-size:xx-small;">Artist - Title Song</span><br><img title="Artist - Title Song" border="0" src="http://img502.imageshack.us/img502/8661/purple.gif" width="295" height="51"></a><br><a target="_blank" title="www.musik-live.net/music-code-generator.php : Free Music Code Generator Mp3 Player" href="http://www.musik-live.net/music-code-generator.php"><span style="color:#49A3FF; font-size:xx-small;">Flash Mp3 Music Code Generator by www.musik-live.net</span></a></td></tr></table></div><div align="left"><embed src="http://i39.photobucket.com/albums/e159/normanski/players/xplayexr.swf" width="315" height="20" type="application/x-shockwave-flash" allowfullscreen="false" flashvars="&file=http://www5.indowebster.com/07fbfb93b99272f8a267b71675eb9f74.mp3&backcolor=0x1E0B02&frontcolor=0x49A3FF&lightcolor=0x87B6CD&height=20&width=315&showeq=true&autostart=true&repeat=true&shuffle=false&volume=100&menu=false&searchbar=false"></embed></div> hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-31240559412056278262010-07-18T23:16:00.000-07:002010-07-18T23:48:08.241-07:00Hubungan suku batak dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro KidulSiapakah GURU TATEA BULAN?<br /><br />(Bertemu dirumah persembahan Guru Tatea Bulan…)<br /><br />01.10.05 17:04<br />“Bertemu” Leluhur di Toba Na Sae<br /><br />Liputan6.com, Samosir: Pemandangan di sekitar Danau Toba, Sumatra Utara, memang teramat memanjakan mata. Namun di balik keindahan itu, perbukitan sekeliling wilayah yang menjadi andalan pariwisata Provinsi Sumatra Utara ini menyimpan kisah tersendiri bagi etnis Batak. Tepatnya di perbukitan Pusuk Buhit di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir.<br /><br />Berdasarkan legenda,Pusuk Buhit merupakan asal mula leluhur orang Batak. Syahdan pada abad XII keturunan pertama kali orang Batak yang bernama Siraja Batak singgah di wilayah Toba Samosir. Siraja Batak memiliki anak yang bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Daftar Silsilah atau garis keturunan menunjukkan, Guru Tatea Bulan juga merupakan leluhur tua dari Raja Sisingamangaraja.<br /><br />Bertolak dari silsilah situlah, saban tahun di bulan tertentu sesuai penanggalan setempat, sebagian orang Batak yang percaya akan keberadaan leluhurnya menapak tilas di Pusuk Buhit. Napak tilas ini dianggap penting buat mengingat kembali asal-muasal mereka.<br /><br />Untuk menuju rumah persembahan Guru Tatea Bulan, orang Batak yang tinggal di perantauan maupun penduduk setempat harus menapaki ketinggian bukit yang mencapai 1.000-1.800 meter di atas permukaan laut dengan berjalan kaki. Walau cukup melelahkan, mereka menganggap menelusuri jejak leluhur adalah suatu kebanggaan tersendiri.<br /><br />Sebagian warga suku Batak menganggap Guru Tatea Bulan adalah leluhur yang suci. Berada di rumah persembahan Guru Tatea Bulan diibaratkan sebagai sebuah pertemuan antara nenek moyang dan para cucunya.<br /><br />Diriwayatkan, Guru Tatea Bulan mempunyai empat anak, yakni Saribu Raja, Limbong Maulana, Sagala Raja, Malau Raja, dan Raja Uti. Di puncak Pusuk Buhit, patung-patung perlambang silsilah Guru Tatea Bulan dan anak-anaknya tersebar. Terkadang, para peziarah menghaturkan doa di hadapan patung persembahan. Melalui patung Guru Tatea Bulan dan Raja Uti, doa dipanjatkan kepada Mulajadi Na bolon yang dipercaya sebagai Tuhan dalam kepercayaan leluhur orang Batak. Maka, ziarah dan berdoa adalah kegiatan awal sebelum mereka menggelar ritual Tatea Bulan, sebuah upacara adat untuk menghormati sang leluhur.<br /><br />Salah satu anak Guru Tatea Bulan yang paling memiliki kesaktian adalah Raja Uti. Konon pada abad pertengahan, Raja Uti berhasil menguasai Tanah Batak dan wilayah Barus, Sumatra. Itu berlangsung sebelum kerajaan Islam berkuasa di sana. Tak mengherankan, bila Raja Uti saat itu dianggap sebagai reinkarnasi dari Tuhan atau yang lazim disebut Mulajadi Nabolon.<br /><br />Sebagian orang Batak percaya bahwa Raja Uti sering singgah di lokasi yang bernama Batu Sawan. Di Batu Sawan-lah diduga mengalir air yang sering dijadikan pemandian dan ritual kepercayaan adat Batak. Orang Batak yang tinggal di daerah itu menyebutnya sebagai air berkah. Rangkaian ziarah ini dilakukan sebagian orang Batak, sebelum mereka melaksanakan ritual Tatea Bulan.<br /><br />Menjelang upacara Tatea Bulan, aktivitas warga di Pasar Pagi Limbong, Desa Siputidai, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Amani Marna Limbong, seorang pambuhai atau tetua dalam acara adat Tatea Bulan pun menjalankan rutinitas sebagai petugas retribusi di pasar seperti biasa.<br /><br />Pak Marna, demikian penduduk desa adat tersebut menyapa dirinya. Kendati cukup terpandang, lelaki berperawakan sedang itu tetap berusaha mencari nafkah bagi diri dan keluarganya. Sehari-hari dia bisa mengantongi uang sekitar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu.<br /><br />Walaupun sudah enam tahun berperan sebagai pambuhai, Pak Marna tetap bergaul dengan warga biasa. Ia memang tak tinggi hati meski memiliki status sosial di atas sebagian besar penduduk. Dan, setelah menyelesaikan tugasnya di pasar, Pak Marna pun bergegas pulang ke rumah.<br /><br />Sesampai di kediamannya, dia segera mempersiapkan alat-alat untuk upacara Tatea Bulan. Sementara di dalam rumah, istri dan keluarga Pak Marna pun menyiapkan tali sulaman. Tali ini dinamakan bonang manalu, berfungsi untuk mengikat batu ajimat pada saat upacara nanti.<br /><br />Kendati demikian, ada beberapa hal yang harus dilakukan Pak Marna sebelum memimpin upacara. Ia pun kemudian mengenakan pakaian pambuhai. Tak lupa, sebuah pengiring atau ikat kepala dikenakannya. Pak Marna percaya, melalui pengiring, sang leluhur akan menuntun dan melindungi jiwa seseorang. Pria berusia 60 tahun ini tampak agung dalam pakaian sakralnya.<br /><br />Pak Marna kemudian menyiapkan daun tujuh rupa. Antara lain sipilit, ropu, sirih, silinjuang, alum-alum, dan siritak. Sesajian dedaunan ini dipercaya dapat membuat upacara Tatea Bulan berlangsung dengan baik dan jauh dari godaan dan gangguan. Setiap daun dianggap memiliki kekuatan. Sipilit, misalnya, digunakan untuk menjauhkan diri dari amarah. Sedangkan ropu atau rotan sebagai perlambang perekat atau kesatuan untuk menghindarkan warga dari perpecahan.<br /><br />Tak ketinggalan daun sirih. Inilah yang paling sering digunakan oleh orang Batak untuk menghaturkan penghormatan kepada Tuhan Mulajadi Nabolon. Adapun sirih dan jeruk purut diyakini sebagai syarat perwujudan doa agar permohonan mereka dapat dikabulkan oleh Mulajadi Nabolon.<br /><br />Sudah enam tahun terakhir, Pak Marna berdoa dengan ritual tersebut. Melalui sesajen yang dibuat itulah, Pak Marna menghaturkan kebaikan dan menjauhkan hal yang negatif saat upacara Tatea Bulan akan dilaksanakan. Tak lupa, Pak Marna menyiapkan pelengkap utama dalam upacara Tatea Bulan, yakni Tombak Jurung Buhit. Tombak dari sang pambuhai itu adalah pamungkas bagi upacara sakral tersebut. Tombak ini nantinya digunakan untuk mengurbankan seekor kerbau sebagai perwujudan korban bagi Mulajadi Nabolon.<br /><br />Saat yang ditunggu tiba, upacara Tatea Bulan pun digelar. Di tengah terik matahari, warga berkumpul untuk mengikuti upacara Tatea Bulan. Lokasi pertemuan itu bernama Batu Hobon, sebuah tempat suci yang diyakini sebagian orang Batak sebagai tempat harta kekayaan dari Guru Tatea Bulan.<br /><br />Setiap tahun, warga Batak yang menghormati leluhurnya tersebut mendatangi batu persembahan itu. Tentunya, sembari membawa bekal sesajian. Para peziarah tak lupa membawa sirih, telur, dan jeruk purut. Seluruh sesajen itu dihaturkan di tengah Batu Hobon.<br /><br />Konon, makna telur sebagai tanda kesuburan dan cikal bakal penerus bagi generasi selanjutnya. Sedangkan sirih merupakan tanda penghormatan dan penghaturan doa kepada Guru Tatea Bulan. Mereka meletakkan keranjang berisi hasil tani di atas Batu Hobon, sambil memohon permintaan agar hasil panen selalu diberkahi sang leluhur.<br /><br />Dalam upacara Tatea Bulan ini dipersembahkan pula seekor kerbau. Para pemuka adat di Tanah Batak Toba mempercayai kerbau sebagai hewan kurban persembahkan bagi Mulajadi Nabolon atau Tuhan. Setelah dihias dengan hiasan lambe atau janur kuning dari daun pohon nira, kerbau itu dipindahkan ke borotan. Borotan adalah kayu tambatan sebagai pusat pelaksanaan upacara.<br /><br />Pak Marna pun tiba di Batu Hobon dengan tombak pambuhainya. Tombak tradisional Jurung Buhit ini adalah warisan leluhur dan telah diberikan ropu atau simbol kekerabatan. Tombak Pambuhai segera ditegakkan menjurus ke langit, seakan menyebar mantra untuk menghindari pengaruh buruk.<br /><br />Diiringi musik pargondang, para pendoa mulai menari dan melangkah kecil untuk mengitari borotan. Tarian ini dinamakan Tor Tor Mangliat. Gerakannya dipercaya sebagai bentuk doa dan rasa syukur. Dalam upacara ini, terkadang para peserta kerasukan. Dalam keadaan tak sadar, mereka memakan telur dan jeruk persembahan. Ini menandakan bahwa Raja Uti, anak dari Tatea Bulan, ikut menghadiri upacara.<br /><br />Setelah proses pembuktian akan kehadiran leluhur mereka, sang pambuhai segera menarikan Gondang Tatea Bulan. Pak Marna menari dengan lincah dan gesit mengikuti tabuhan gendang, berputar mengelilingi delapan penjuru mata angin. Gerakan tarian ini diyakini sebagai penghaturan pembuka agar doa dan permintaan anak cucu Tatea Bulan dapat terkabul.<br /><br />Pambuhai pun merapalkan mantra dan mengelilingi borotan sebanyak tiga kali. Saat tarian pambuhai tengah ditabuhkan ke delapan penjuru, Tombak Jurung Buhit menjadi pamungkas persembahan bagi para leluhur Tanah Batak.<br /><br />Pambuhai memiliki kewajiban menusukkan tombak sebanyak tiga kali ke arah kerbau. Ketiga hunusan terkait dengan Dalihan Na Tolu atau bentuk tali kekerabatan di dalam marga Batak. Setiap hunusan merupakan ungkapan permintaan terhadap leluhur dan Tuhan Mulajadi Nabolon. Terutama agar memberikan keselamatan, kesejahteraan, dan perlindungan abadi bagi seluruh keturunan orang Batak.<br /><br /> <br /><br /> <br /><br />KEMBALINYA KANJENG RATU NYI RORO KIDUL – BIDING LAUT <br /><br />Setelah begitu lama menjadi penguasa pantai selatan akhirnya Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul diketahui dari mana asal muasalnya. Ternyata Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul adalah Biding Laut Putri Stilting dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon, hilangnya Biding Laut begini ceritanya;<br /><br />Ketika terjadi skandal cinta antara Saribu Raja dengan Boru Pareme kedua adeknya Limbong Mulana dan Sagala Raja bersekutu untuk membunuh Saribu Raja karena dianggap telah membuat aib keluarga, kemudian Lau Raja segera memberitahukan serta menyuruh Saribu Raja agar pergi dari kampung halamannya. Mendengar berita dari adeknya bahwa Saribu Raja pergi meninggalkan kampung halamannya sedangkan Boru pareme bersembunyi ke hutan.<br /><br />Sebelum berangkat Saribu Raja berpesan pada kakaknya Biding Laut agar menjaga dan membina adik-adik mereka semua. Katanya “seharusnya saya yang bertanggung jawab kak, untuk menjaga dan membina adek-adek kita tapi saya telah gagal dan akan pergi meninggalkan kampung halaman kita. Kakak tidak perlu mencari saya, permintaan saya kakak menjaga, memelihara, mengayomi adek-adek kita serta menjaga keutuhan nama besar keluarga kita”.<br /><br />Dengan berlinang airmata Biding Laut bertanya, adikku kemana gerangan kamu pergi? kamu adikku juga, saya yang seharusnya menjaga kamu dari segala bahaya, apalagi yang berniat membunuhmu adalah adik kita, kamu tidak perlu takut, tinggallah disini, kita selesaikan permasalahanmu secara kekeluargaan. Namun tekad dan pendirian Saribu Raja sudah bulat untuk pergi.<br /><br />Dia berpesan kepada Biding Laut dia akan ke Barat dan tidak perlu mencarinya. Sebagai anak sulung Biding Laut berpikir harus mencari adiknya dan mempersatukan kembali adik-adiknya. Biding Laut bertekad harus menemukan Saribu Raja agar terhindar dari pembunuhan adiknya. Biding Laut mengambil keputusan berangkat mencari adiknya Saribu Raja ke arah Barat. Pencarianpun mulai dilakukan Biding Laut sesuai yang dikatakan adiknya bahwa dia berangkat ke arah Barat. Biding Laut pun menelusuri jalan kearah Barat, karena sangat sayang terhadap adiknya, Biding Laut tidak mengenal siang dan malam bahkan terhadap hujan dan panas serta teriknya matahari tetap dilaluluinya. Meski telah menyusuri lembah, menyeberangi sungai, mendaki gunung namun Biding Laut tidak menemukan adiknya. Dalam benaknya dia bertanya apakah adiknya masih hidup atau adiknya sengaja membohingi dirinya dengan mengatakan dia pergi ke Barat padahal ke Timur!<br /><br />Tanpa sadar Biding Laut sampai di sebuah desa ditepi pantai tempat sandar nelayan penangkap ikan, dengan penuh harapan dia bertanya pada seorang nelayan apakah pernah melihat seorang asing lewat atau tinggal di desa itu. Setiap orang yang ditanya Biding Laut selalu menjawab bahwa mereka tidak pernah ada yang melihat adiknya.<br /><br />Dengan perasaan kesal dan kecewa memikirkan sang adik akhirnya Biding Laut beristirahat ditepi pantai untuk melepas rasa penat dan lelah. Dari pinggir pantai Biding Laut melihat sebuah pulau timbul pikirannya jangan jangan adikku bersembunyi disana, lalu dia bertanya kepada seorang nelayan, pak nama pulau itu apa? Sang nelayan menjawab, pulau mursala, lalu Biding Laut meminta pak nelayan untuk mengantarnya ke pulau tersebut. Setelah sampai dipulau itu, dia mencari disetiap pelosok pulau namun tidak menemukan adiknya Saribu Raja, biding laut berteriak-teriak memanggil nama adiknya dipulau itu namun tidak ada jawaban.<br /><br />Sambil merenungkan kira-kira kemana lagi dia harus mencari adiknya, Biding Laut bersandar pada sebuah pohon sambil menikmati sejuknya anginyang berhembus membuat rasa kantuk tidak tertahankan tanpa sadar dia tertidur. Tanpa sepengetahuan Biding Laut ternyata dari seberang, ada seorang pemuda yang membuntutinya, pemuda itu kagum melihat keberanian Biding Laut dan kelembutan serta wajahnya yang cantik. Timbullah hasrat si pemuda itu untuk mendapatkan Biding Laut. Pemuda itu menghampiri Biding Laut yang tertidur pulas serta membangunkannya, pemuda itu menawarkan jasa untuk mengantarkan Biding Laut keseberang. Sambil berjalan Biding Laut bertanya kepada pemuda itu apakah pernah bertemu atau melihat orang asing karena saya sedang mencari adik saya Saribu Raja. Mengapa kamu mencari orang yang tidak tahu dimana dia berada kepada saya kata pemuda itu. Saya tidak pernah melihat ataupun mendengar Saribu Raja adikmu dan kalaupun saya pernah melihat atau mendengar saya tidak akan memberitahukannya sebab kamu anggun dan cantik jadi kamu lebih pantas menjadi istri saya, kata pemuda itu merayu. Mendengar jawaban pemuda itu Biding Laut naik pitam dan mengusir pemuda itu. Pemuda itupun pulang ke desanya dengan membawa dendam dihati.<br /><br />Keesokan harinya pemuda itu memberitahukan kepada temannya bahwa ia ditantang dan dipermalukan oleh seorang gadis yang cantik dan sakti. Mendengar pengaduan pemuda itu teman-temannya marah serta mengajak pemuda itu menunjukkan dimana tempatnya dan berangkatlah mereka ke pulau mursala. Tanpa banyak tanya, anak-anak muda tersebut mengeroyok Biding Laut yang sedang santai menikmati segarnya udara pagi. Tangan dan kakinya diikat, ditelanjangi lalu diperkosa secara bergantian sampai Biding Laut tidak sadarkan diri lalu dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Dia pasrah bahwa kematian akan datang, jasadnya boleh mati tetapi Roh kesaktiannya harus tetap hidup, sebab tugas belum terlaksana adiknya Saribu Raja harus ditemukan dimanapun dia berada.<br /><br />Setelah lama mencari kakaknya yang hilang akhirnya Nantinjo mengetahui dimana keberadaan sang kakak lalu Nantinjo mengajak sorangannya nai Hotni dan panuturi beserta rombongan untuk menemui penguasa alam gaib ke pangandaran. Sesampai dipangandaran Nantinjo berbincang-bincang dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul sebagai penguasa alam gaib adapun hasil perbincangan mereka ( Nan = Nantinjo, Nyi = Nyi Roro Kidul).<br /><br />Nan ; Terimakasih saya ucapkan atas kesediaanmu menerima saya sebagai tamu, meskipun saya belum tahu siapa kamu yang sebenarnya tapi kamu telah membantu saya dua kali dalam tugas saya. Sekarang saya ingin mengetahui siapakah kamu sebenarnya? Siapa nama saudara kamu yang hilang?<br /><br />Nyi ; Terima kasih atas kujungan kamu, kita memang sudah dua kali bertemu dan dengan ikhlas saya membantu sesuai dengan permintaanmu. Sayalah penguasa diseluruh pantai selatan, nama saya Nyi Roro Kidul. Kalau kamu bersedia membantu saya mencari dan mempertemukan dengan adikku Saribu Raja, Saya sangat berterima kasih katanya sambil menangis karena mengingat adiknya yang belum ditemukannya.<br /><br />Nan ; Kalau demikian kamu adalah kakakku biding laut yang juga tidak diketahui dimana keberadaannya, hilang pada saat mencari abang Saribu Raja, saya adalah adikmu nantinjo yang paling bungsu dari sepuluh kita bersaudara. Tolong kamu ingat dulu barang kali kakak lupa akan masa kecil kita, Saribu Raja yang kakak cari abang saya juga,<br /><br />Mendengar keterangan Nantinjo, Biding Lautpun memeluk adiknya sambil menangis melepas kerinduan yang sangat dalam, dan Nantinjo berjanjiakan berusaha secepatnya mempertemukan mereka.<br /><br />Nyi ; Nama kecil saya memang Biding Laut namun saya sendiri sudah lupa bagaimana ceritanya sehingga disini saya disembah dan disebut Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. Kalian boleh menyebut nama saya Biding Laut jikalau saya sudah menemukan adik saya Saribu Raja. Ini sudah merupakan janji terhadap diri saya karena saya merasa hanya Saribu Rajalah saudaraku, karena dialah saya jadi begini.<br /><br />Setelah Nantinjo mempertemukan Biding Laut dengan Saribu Raja, Nantinjopun mengajak Biding Laut kembali ke keluarga namun Biding Laut meminta kepada nantinjo bahwa ia harus dijemput dari tempatnya di Parangtritis Yogyakarta. Dan yang terpenting, keturunan adiknya Saribu Raja yang harus menjemputnya. Permintaan Biding Laut disanggupi, lalu Namboru Nantinjo mengumpulkan satu team untuk menjemput Namboru Biding Laut ke Parangtritis, satu minggu sebelum berangkat Namboru Nantinjo memberikan pengarahan kepada team dan berpesan agar tidak menganggap enteng pekerjaan tersebut. Karena pekerjaan ini sangat berat mengingat banyaknya pengikut namboru Biding Laut yang tidak mau melepaskan dia kembali ke Raja Batak.<br /><br />Pada Tanggal 1 Maret 2004 team dikumpulkan Namboru Nantinjo dirumah hasorangannya di cianjur. Sebelum berangkat, namboru memberikan nasehat serta menekankan untuk berhati-hati dan jangan anggap remeh, namboru juga meminta Oppung Raja Gumeleng-Geleng membantu. Oppung menyarankan kepada namboru agar memberikan sebutir telur kepada setiap orang yang ikut dalam team. Malam itu pun Oppung langsung menuju ke Parangtritis untuk mengamankan perjalanan team. Malam jam 20.00 WIB rombongan team dengan tiga mobil kijang berangkat menuju parangtritis bersama nai Hotni serta namboru Nantinjo.<br /><br />Keesokan harinya team sampai di parangtritis dan langsung menuju pantai. Disana team mencoba melepas lelah sambil bermain di pantai, setelah lama mencari, team bertanya kepada penduduk kampung dimana tempat bersemanyamnya Nyi Roro Kidul. Tanya punya Tanya akhirnya team menemukan jalan menuju ketempat Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Melihat jalan yang begitu sukar dilalui mobil, team tersebut sempat ragu namun nai Hotni mengatakan bahwa dia sudah pernah bermimpi bahwa tempat namboru Biding Laut adanya di gua dibawah bukit. Walaupun amat sukarnya jalan yang harus dilalui, team bersepakat untuk melanjutkan perjalanan sampai mereka dapat menemukan tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi RoroKidul Biding Laut dan membawanya pulang kembali.<br /><br />Sesampai dipuncak bukit team menemukan beberapa rumah, dan ternyata kendaraan hanya boleh sampai dikampung tersebut. Team bertanya kepada orang yang ada disekitar kampung ternyata adanya tempat yang mereka cari berada dikaki bukit tersebut. Sebagai penunjuk jalan team minta tolong kepada orang kampung untuk mengantarkan mereka ke kaki bukit. Pada waktu akan menuruni lembah, sebahagian team merasa kecut mengingat terjalnya jalan yangharus ditempuh. Ternyata sebelum turun ada “tempat permisi” disiapkan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Kemudian team mengusulkan agar nai Hotni beserta team agar meminta pertolongan kepadanamboru dan Oppung. Setelah selesai team berembuk serta saling mengingatkan satu sama lain jikalau ada yang merasa tidak mampu menuruni lembah agartidak memaksakan diri untuk ikut. Ada tiga orang yang tidak ikut dan menunggu diatas karena mereka merasa tidak akan mampu menempuh jalan tersebut. Kemudian team yang tersisa mulai menuruni lembah dengan sangat hati-hati karena curamnya jalan menuju ketempat namboru. Waktu yang ditempuh tersebut untuk menuju kebawah ternyata memakan waktu lebih dari satu jam.<br /><br />Sesampai dibawah, team merasa kaget dan kagum melihat indahnya tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Sipenunjuk jalan kemudian memperkenalkan team dengan kuncen yang ada disana. Setelah beristirahat sejenak, team lalu mengajak kuncen menuju gua tempat namboru.Sebelum masuk sang kuncen mengingatkan agar team berhati-hati, dan ternyata memang jalan kedalam menuju gua tersebut harus merunduk sebab banyak bebatuan yang menonjol. Jika tidak berhati-hati kepala bisa bonyok terantuk batu. Maklumlah yang ada hanya lilin dan senter seadaya yang dapat dijadikan sebagai penerangan, sementara gua tempat namboru sangat gelap. Suasana didalam gua sangat hening. Team sangat terharu manakala dapat menemukan tempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut.<br /><br />Setelah membakar kemenyan kuncen mulai berdoa dan menyarankan agar team berdoa menurut keyakinan masing-masing. Team juga diingatkan jangan lupa meminta apa yang dikehendaki mereka, kemudian masing-masing mereka berdoa. Selesai berdoa nai Hotni sudah mulai gelisah ketika akan naik ketempat orang meletakkan kembang. Kemudian nai Hotni meminta selendang namboru dari ama nihotni. Tidak lama kemudian namboru biding laut datang dengan menumpang ke tubuh nai Hotni namboru mengucapkan “Horas Pomparanku” yang membuat semua team menjadi menangis, lalu namboru bercerita betapa menderitanya dia dahulu. Inilah tempatku mencari ilmu ujar namboru kepada team kemudian namboru meminta team untuk mendekat kepadanya, satu persatu team diusap dengan air serta kembang yang ada disana. Namboru juga membagikan kembang dari air yang ada. Melihat kejadian tersebut sang kuncen pun bingung, team bertanya kepada sang kuncen apakah itu benar Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul? sang kuncen menjawab ya itu Ibu Ratu.<br /><br />Setelah selesai acara didalam gua namboru pamit dan berjanji akan melanjutkan pembicaraan kembali diluar gua. Team beserta kuncen keluar dari dalam gua, team tidak dapat menggambarkan rasa bahagia yang bercampur haru saat keluar dari gua.<br /><br />Team beristirahat kurang lebih satu jam untuk kemudian melanjutkan tugas kembali memanggil namboru Nantinjo diluar gua. Nai Hotni merasa cemas dengan orang yang sedang bertapa ditempat namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, takut-takut mereka tidak dapat menerima kehadiran team. Team menganjurkan agar nai Hotni tenang dan berusaha kembali untuk memanggil namboru Nantinjo. Nai hotnipun memanggil namboru nantinjo lalu team mengucapkan terima kasih terlebih dahulu kepada namboru sambil bersenda gurau. Team juga meminta kepada namboru Nantinjo untuk memanggil kembali namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebab pembicaraan didalam gua belum selesai.<br /><br />Kemudian namboru Nantinjo memanggil namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, setelah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang, namboru berbicara dengan bahasa batak dan kemudian mereka berbincang-bincang dengan namboru. namboru meminta mereka agar mengumpulkan keturunannya yang ada disana, team pun memanggil orangorang yang ada disekitar itu untuk berkumpul, dan yang anehnya namboru duduk diatas tapi kalu berbicara dengan team namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut duduk ditikar namboru Nantinjo. Puas sudah perasaan team untuk berbincang-bincang, akhirnya mereka meminta namboru ikut bersama team kembali ke Raja Batak. Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut menyetujui permintaan team lalu namboru mengingatkan, karena ternyata team sampai tidak menyadari bahwa hari mulai gelap.<br /><br />Menyadari kalau sudah malam dan tidak memungkinkan lagi untuk naik keatas kemudian team mengucapkan terima kasih dan meminta bantuan kepada namboru agar dilindungi dalam perjalanan pulang. namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut pun pergi, tinggallah team bersama namboru Nantinjo. Setelah berbincang dengan namboru team pamit kepada kuncen serta orang yang sedang bertapa ditempat namboru, mereka mengucapkan terima kasih kepada team karena mereka dapat bertemu dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Setelah istrahat untuk melepaskan lelah, malam itu juga rombongan team kembali ke cianjur.<br /><br />Tiba di cianjur team memanggil namboru Nantinjo dan mengucapkan terima kasih karena team telah selamat melaksanakan misi menjemput namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mulai dari berangkat sampai kembali ke rumah nai hotni. Lalu team bertanya pada namboru Nantinjo apakah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut akan ikut juga beserta rombongan pulang, namboru Nantinjo menjawab ikut. Team bertanya kepada namboru Nantinjo langkah apa yang harus dilakukan team selanjutnya? lalu namboru menyarankan bahwa mereka harus memberikan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut ulos sibolang, ikan batak (Ihan) serta nasi tumpeng, yaitu mengadakan ritual yang sering kalian lakukan terhadap saya ujar namboru dan harus hal itu haruslah dihadiri semua perwakilan keturunan ibotonya. Team meminta namboru untuk memanggil namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut kembali, setelah namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang, saat itu mereka berbincang dengan bahasa batak. Team mengucapkan terima kasih karena perjalanan team sukses serta selamat sampai kembali ke cianjur, team juga sangat berterima kasih karena namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mau kembali ke Si Raja Batak.<br /><br />Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut mengatakan begitulah dulu susahnya namborumu ini dan kalian harus mengalami sebahagian yang saya alami. Setelah puas ngobrol dengan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut, namboru Nantinjo datang lagi? dan saat itu team bertanya kapan harus dilaksanakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebagai tanda bahwa namboru itu telah kembali ke Raja Batak?, kapan waktu kalian bisa ujar namboru? diakhir pertemuan namboru Nantinjo mengingatkan team untuk menyayangi namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut seperti halnya menyayangi saya serta jangan lupa ceritakan ini kepada semua orang. Akhirnya teampun berunding malam itu kapan dilaksanakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul<br /><br />Biding Laut lalu team sepakat untuk mengadakan upacara ritual kepada namboru Tanggal 4 Mei 2004, pada tanggal tersebut sesuai kesepakatan diadakan upacara ritual kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sebagi tanda namboru itu kembali ke Keturunan Raja Batak. Setelah keperluan untuk ritual sudah lengkap keturunan iboto namboru Nantinjo dan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut menyarankan agar memanggil namboru Nantinjo terlebih dahulu untuk mempertanyakan bagaimana cara menyampaikan ulos serta makanan yang telah tersedia kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Namborupun memberikan petunjuk kepada seluruh keturunan ibotonya, setelah itu namboru pergi. Setengah jam setelah namboru pergi nai Hotni sepertinya kesurupan, yang hadir pada saat itu kaget karena tidak tahu apa yang terjadi, namun panuturi (penterjemah) ama nihotni mengatakan bahwa namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut akan datang.<br /><br />Pada saat itu barulah mereka semua mengerti, namun tingkah nai Hotni semakin aneh dan akhirnya namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut datang. Satu persatu keturunan ibotonya mengucapkan sepatah dua kata kepada namboru sebagai perwakilan serta mengucapkan terima kasih atas bersedianya namboru kembali ke Si Raja Batak. Setelah selesai, keturunan ibotonya menyerahkan pakaian kebesaran namboru serta selendang dan dilanjutkandengan memberikan namboru makan ihan.<br /><br />Awalnya namboru tidak mau, bahkan namboru bercanda apa ini? dalam bahasa sunda. Semua yang hadir menjawab makanan khas batak namboru. Bagaimana caranya makan ini? Kemudian namboru pun memakannya sedikit. Mereka yang hadirpun sampai lupa meletakkan nasi tumpeng di hadapan namboru. Setelah diletakkan didepan namboru, dengan bercanda namboru mengatakan nah ini baru makanan saya. Semua yang hadir tersenyum simpul melihat tingkah namboru. Ya wajar saja namboru melakukan hal tersebut karena baru pertama kali bertemu dengan keturunan ibotonya.<br /><br />Namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut bercerita pahit getirnya perjalanan hidupnya sampai menemui ajal serta menjadi Roh. Roh namboru juga telah pernah pulang ke kampung halaman namun betapa kecewanya namboru sebab namboru sudah tidak diakui bahkan yang tertua keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon sudah menjadi Boru Pareme. Akhirnya namboru kembali lagi keperantaun. Kemudian namboru bertanya kepada yang hadir apakah mereka bersedia untuk memperbaiki hal tersebut? Semua keturunan ibotonya menyanggupi.<br /><br />Kemudian keturunan ibotonya bertanya apalagi yang harus dilaksanakan selanjutnya setelah namboru kembali? Namboru menjawab, “sayangi saya dan rawat sebagai namborumu dan namboru meminta kalau keturunan ibotonya bersedia untuk mengadakan gondang sebab saya ingin menari” canda namboru. Keturunan ibotonya bertanya kapan itu harus dilaksanakan? Kapan waktunya dilaksanakan terserah kalian, yang penting kalian bersedia. Selanjunya kalian tanya saja sama adikku Nantinjo. Baiklah namboru kata mereka semua. Jikalau begitu nanti kami akan rundingkan dengan namboru Nantinjo jawab keturunan ibotonya. Sebelum namboru pulang namboru berpesan agar semua yang hadir menceritakan ke khalayak ramai bahwa Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut adalah Boru Si Raja Batak, lalu namboru pulang.<br /><br />Kemudian namboru Nantinjo datang dan bertanya bagaimana anak ni ibotoku (keturunan abangku) apa kata kakak saya? lalu seorang utusan mengucapkan terima kasih atas perjuangan namboru Nantinjo untuk mengembalikan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut serta memberikan kenang-kenangan atas usaha namboru berupa pakaian kebesaran beserta sebuah ulos sibolang, sama dengan yang diberikan kepada namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Bahkan ada salah seorang keturunanibotonya memberikan saputangan kepada namboru. Namboru juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir atas perhatian serta kasih sayangnyaterhadap namboru. Kemudian bagaimana tadi pembicaraan kalian dengan kakakku? yang hadir menjawab bahwa namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut sangat senang dan namboru meminta kalau boleh keturunan ibotonya harus mengadakan gondang untuk namboru Kanjeng Ratu Nyi RoroKidul Biding Laut.<br /><br />Selanjutnya kami diminta berunding dengan namboru, kami hanya tinggal menunggu petunjuk dari namboru kapan akan dilaksanakan gondang tersebut.Kalau begitu saya tanya dulu kakak saya, setelah itu baru kita bahas kembali mengenai hal itu jawab namboru. Setelah itu namboru pulang. Team yang dulunya diutus namboru Nantinjo untuk menjemput namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding laut dipanggil namboru untuk mengabarkan keinginan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut. Keinginan kakakku sebenarnya acara gondang itu dilaksanakan secepatnya tapi saya meminta kepada kakakku tiga atau empat bulan lagi dikarenakan adanya pekerjaan saya yang sangat berat kata namboru. Namborupun bertanya apakah kalian siap untuk mengadakan gondang tiga empat bulan lagi? Ya akan kami berusaha semaksimal mungkin namboru, jawab team. Dan mereka juga meminta agar kiranya namboru juga membantu agar gondang tersebut dapat terlaksana.<br /><br />Tanggal 14 Juli 2004 namboru Nantinjo mengundang team dan namboru mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam hatinya. Pada saat itu namboru berkeluh kesah tentang Pulau Malau, apakah kalian (team) tidak dapat membantu saya untuk mengembalikan pulau malau? sebab saya melihat ada sekelompok malau yang mau mencoba mengembalikan pulau malau tanpa saya. Kemudian team menjawab, namborukan dapat menghalangi mereka dengan kesaktiannamboru. Namboru mengatakan bahwa sudah selama tiga tahun namboru menghalang-halangi rencana kelompok tersebut sampai kapan aku menghalangi?<br /><br />Bahkan saya telah membuat kehidupan mereka semerawut (ruddut) tetapi tetap saja mereka tidak sadar. Mendengar itu team merasa bingung juga, team melihat ada rasa iba terhadap kelompok tersebut, sepertinya namboru menginginkan agar team berusaha meloby kelompok tersebut untuk tidak memaksakan kehendak mereka. Keinginan namboru jikalau niat mereka baik, kenapa dia tidak diajak sebagai pemilik pulau malau. Team pun berjanji kepada namboru akan berusaha semampunya untuk membantu namboru mengembalikan pulau malau sesuai petunjuk namboru. Team juga bertanya kapan akan dilaksanakan pengembalian pulau malau? namboru menjawab nanti saya beritahukan, saya akan memanggil kalian lagi kalau waktunya sudah tepat. Kemudian team bertanya kira-kira permintaan namboru Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul Biding Laut membuat gondang (margondang) kapan namboru menjawab kira-kira tiga atau empat bulan lagi usai itu namboru pulang.<br /><br />Team mengambil kesimpulan sebelum kembali pulau malau namboru tidak akan pernah tenang. Bahkan siapapun yang berusaha menghalangi ketulusan hati namboru meskipun itu keturunan abangnya akan diberikan ganjaran. Untuk itu team mengajak seluruh pembaca keturunan Oppung Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon untuk mendukung seluruh rencana mulia namboru, mengingat masih banyak rencana namboru seperti:<br /><br />1. Margondang tiga atau empat bulan lagi merayakan kembalinya namboru Biding Laut<br /><br />2. MengembalikanPulauMalau<br /><br />3. Membangun sopo sebagai pertanda di Parik Sabungan<br /><br />4. Mempersatukan semua keturunan Oppung Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon<br /><br /> Akhir kata team mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu secara moril maupun materil guna terwujudnya pembuatan buku ini. Team menghimbau dan mengajak seluruh pembaca ataupun keturunan Guru Tatea Bulan/SiBaso Bolon untuk menjaga nilai-nilai sejarah serta menghormati leluhur.<br /><br />Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua beserta keturunan kita dikemudian hari.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-81222191436584891302010-07-18T23:13:00.000-07:002010-07-18T23:14:48.309-07:00Legenda Pulau si MARDANSi MARDAN<br /><br />Berbagai kisah dan cerita tentang legenda anak durhaka. Di antaranya, Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu, Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas.<br />Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan.<br /><br />Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan.<br /><br />Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu.<br />Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemukan Simardan berjalan bersama wanita cantik dan kaya raya. Dia lalu memeluk erat tubuh anaknya Simardan, dan mengatakan, Simardan adalah anaknya. Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, ditepis Simardan. Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya hingga terjatuh.<br /><br />Walaupun istrinya meminta Simardan untuk mengakui wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak berubah. Selain itu, Simardan juga mengusir ibunya dan mengatakannya sebagai pengemis.<br /><br />Berasal Dari Tapanuli<br /><br />Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan Lingkungan IV Kota Tanjungbalai, kata tokoh masyarakat di P. Simardan, H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjungbalai.<br />Tanjungbalai, terletak di 20,58 LU (Lintang Utara) dan 0,3 meter dari permukaan laut. Sedangkan luasnya sekitar 6.052,90 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 144.979 jiwa (sensus 2003-red).<br />Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjungbalai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjungbalai atau sekitar daerah Tapanuli.<br />Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota Tanjungbalai. “Daerah asal Simardan bukan Tanjungbalai, melainkan di hulu Tanjungbalai, yaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.<br /><br />Menjual Harta Karun<br /><br />Dari berbagai cerita atau kisah tentang legenda anak durhaka, biasanya anak pergi merantau untuk mencari pekerjaan, dengan tujuan merubah nasib keluarga.<br />Berbeda dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung.<br /><br />“Simardan bermimpi lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan memukan berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung. Kemudian, Simardan berencana menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan Tanjungbalai merupakan daerah yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, berdiri kerajaan besar dan kaya di Tanjungbalai. Tapi setibanya di Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu membayar harta karun temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia. “Salah satu kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” ungkapnya.<br /><br />Berbeda dengan keterangan Marpaung, menurut H.Daem, tujuan Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Setelah beberapa tahun di Malaysia, Simardan akhirnya berhasil menjadi orang kaya dan mempersunting putri bangsawan sebagai isterinya.<br /><br />Malu<br /><br />Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan akhirnya kembali ke Tanjungbalai bersama isterinya. Kedatangannya ke Tanjungbalai, menurut Daem, untuk berdagang sekaligus mencari bahan-bahan kebutuhan. Kalau menurut Marpaung, Simardan datang ke Tanjungbalai dilandasi karena tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran orang tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjungbalai. Lebih lanjut dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di Tanjungbalai disampaikan masyarakat kepada ibunya. Gembira anak semata wayangnya kembali ke tanah air, sang ibu lalu mempersiapkan berbagai hidangan, berupa makanan khas keyakinan mereka yang belum mengenal agama. “Hidangan yang disiapkan ibunya adalah makanan yang diharamkan dalam agama Islam,” tutur Marpaung.<br />Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya.<br /><br />Simardan membantah bahwa orang tua tersebut adalah wanita yang telah melahirkannya. Hal itu dilakukan Simardan, jelas Marpaung, karena dia malu kepada isterinya ketika diketahui ibunya belum mengenal agama. “Makanan yang dibawa ibunya adalah bukti bahwa keyakinan mereka berbeda.”<br />Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan karena malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”<br /><br />Kera Putih dan Tali Kapal<br /><br />Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang diucapkan ibu Simardan. Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.<br /><br />Para pelayan dan isterinya berubah menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap durhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. “Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. Namun, akibat bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi.<br /><br />Di samping itu, sekitar tahun lima puluhan masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung.<br />“Benar tidaknya legenda Simardan, tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-91559177316697838122010-07-18T23:11:00.000-07:002010-07-18T23:12:53.595-07:00Turi-turian Sidolok MardonganKISAH SI DOLOK MARDONGAN<br /><br /> <br /><br />Dolok Mardongan. Seribu pejantan tak akan pernah mampu mengawini dia sampai kapan pun. Karena dia juga pejantan. Dolok Mardongan, lelaki yang bisa mengisap puting seorang perempuan, bisa menyetubuhinya, atau menciptakan kata-kata yang memabukkan agar tubuh pualam para perempuan memperlihatkan kemilau rahasia di balik lipatan dada dan selangkangan. Dolok memang pejantan.<br />Karena itu, dia tak pernah mengerti setan-setan laknat yang kemudian berkeliling di setiap jendela dan pintu rumahnya. Kutukan siapa? Sedangkan ingar-bingar gagak, auman harimau yang terdengar dari hutan, tak pernah menakutkannya. Pisau yang kerap di pinggang, waspada bergeser di setiap bahaya.<br />Tapi, ini kutuk siapa?<br /><br />Garis mana yang menentukan kalau dia tak pernah bisa punya anak?<br />Ratusan lelaki dari puluhan kampung nyatanya telah menghujatnya. Serupa serigala, melolong dan terus menatapnya. Rantai berantai. Dari perbukitan sebelah utara sampai selatan. Membayangi mimpinya.<br />Teror. Tapi itu tak pernah menakutkan Dolok. Walau dia tahu bahwa anak sangat berharga.<br />Jangankan anak lelaki, menghasilkan anak perempuan saja dia tak bisa!<br />Puluhan bulan dia mengawini tiga orang perempuan berturut-turut namun tak ada yang pernah berbuah anak dari kejantanannya.<br /><br />Ditariknya garis silsilah1 puak2nya. Sempurna. Tak ada yang hilang dalam garis keturunan bapak, kakek dan leluhurnya. Bagai orang yang terluka dia terus mengeram penyakit yang bersarang di bawah perutnya. Dia merasa tubuhnya bisa jadi harimau, yang melantakkan tubuh perempuan serupa kucing yang basah kehujanan. Menggetarkan rumahnya setiap getar kejantanan itu datang. Serupa petir yang membahana dari antara pahanya, saat semua tak tertahan.<br />Anak. Anak.<br />Puak. Puak. Puak.<br />Kata-kata mengepung di kepalanya serupa mantera.<br />Apakah garis silsilah Dolok akan berhenti begitu saja, selepas nyawanya tanggal dari bumi tengah3 ini? Alangkah merana rohnya yang hanya bisa termangu ketika garis puak hanya berujung pada namanya saja.<br /><br />***<br />Telah dia jalani beratus hari pertapaan di dalam gua-gua yang sempit, berlumut dan berair. Telah ditutupnya mata dari segala tempat yang menyimpan kegelapan abadi di sepanjang musim. Rambutnya makin memanjang atas sumpahnya tak akan memotong rambut selama azab ini tak berakhir.<br />Dolok tak pernah mengerti. Di atas angin, pada ujung gunung tertinggi, Dolok Panatapan, ujung dari huta-huta4 ini, dia pernah mengaum mengerikan di atas lerengnya. Menatap liar pada percikan senja di Danau Toba. Menggeram, dan menakutkan para penduduk yang ada di huta-huta terdekat, tempat dia berdiri.<br /><br />Namun siapa pun tahu. Lukanya adalah luka kehormatan. Lukanya tak akan tersembuhkan. Lukanya tak akan tertandingi. Lukanya adalah luka puak!<br />Sudah nyaris sepuluh garis keturunan hingga dirinya. Nama yang berhenti adalah malapetaka.<br />Sedangkan dua hari kemarin saja sudah menyinggung kejantanannya.<br />“Dolok itu perempuan. Buktinya dia tak punya anak dari istri-istrinya…â€<br />“Dolok itu bukan lelaki. Lihat saja perutnya makin membuncit, jangan-jangan dari perutnya akan keluar bayi…â€<br /><br />Oh Ompu Mulajadi Nabolon!<br />Dolok tahu perutnya membuncit. Tapi itu karena tuak. Itu karena dia suka makan babi. Itu karena dia lahap menelan lemak.<br />Jadi, itu bukan bayi!<br />Tak pernah dia bayangkan dia adalah perempuan. Hingga sekarang, dia juga yakin kalau dia memang bukan perempuan.<br /><br />Tak ada yang bergerak-gerak di dalam perutnya. Bahkan sampai dia meloncat-loncat di atas tanah, tak ada yang meronta di perutnya. Dolok melompat dari rumah, berguling dan membenturkan perutnya dengan tanah, tak ada keluhan apa pun kecuali memar di otot dan kulit perutnya. Dia pukulkan dengan tangan dan dengan batu, hingga darah mengalir dari perutnya yang sobek.<br />Dia kemudian melumuri dedaunan untuk menyembuhkan luka di perutnya karena segala perbuatannya itu. Dia yang mengobati perutnya sendiri. Tak boleh ada yang tahu. Ini menyangkut harga diri. Sekalipun dia kerap diejek, jangan orang sampai tahu kalau dia sampai ragu pada kejantanannya sendiri.<br />Bahkan tiga istrinya pun tak pernah ada yang tahu, kalau Dolok mulai ragu pada perutnya yang semakin membesar.<br /><br />***<br />“Ini bayi ataukah lemak, Dewa Penguasa atas segala yang ada di bumi tengah, bumi terbawah dan bumi teratas?†jeritan batinnya, sambil menunjuk pisau ke perutnya. Dia gemetar. Bukan takut. Namun tak mungkin ditusukkannya perutnya pada saat ini. Karena itu, tak dilakukannya apa pun pada perutnya itu.<br />Di gua yang sunyi ini dia kembali menghilang dari keramaian. Dia menjauh dari ketiga istrinya. Dia bahkan sudah mulai tak berselera lagi menuruti kejantanannya pada tubuh-tubuh mereka. Sejak teror demi teror dan suara ejekan itu semakin memenuhi ruangan kepalanya.<br />Kalau dia pejantan di kesunyian ini, dia adalah jantan yang terluka.<br />Di tiap tempat dia selalu terluka.<br /><br />Di huta, dia tak bisa melihat bayi. Dia tak tahan menyaksikan perempuan menggendong bayi. Dia tak tahan menyaksikan seorang bapak yang sedang mengajari anaknya yang remaja mencangkul. Juga para lelaki remaja yang berjalan bersama bapaknya. Berkebun atau berburu.<br />Dolok bahkan akan menjerit dan meronta dalam hatinya, setiap melihat perempuan yang dalam keadaan hamil.<br /><br />Kejantannya semakin lemah tak berdaya. Menggelepar pelan serupa ikan emas yang siap diolah menjadi arsik6 di atas api pembakaran.<br />Apalagi ketika para istrinya telah siap dijemput keluarga. Semua menyatakan penyesalannya karena siap mengambil anak perempuannya karena Dolok tak bisa memberikan keturunan buat anak perempuan mereka.<br /><br />Siapa yang tak perih atas harga diri yang semakin terinjak-injak ini? Kesunyian apalagi yang siap diciptakan alam buatnya? Setelah hinaan, setelah pertapaan yang hening dan mengerikan, kini para istrinya pun akan dijemput oleh para keluarga dari puak masing-masing.<br />Alangkah azabnya lelaki yang tak pernah punya anak!<br /><br />***<br />Di pertapaan ini, di gua yang berair dan lembab, dia telah menyiapkan segalanya. Doa terakhirnya pada Debata7. Diikatnya kepala dengan ulos8 yang hitam. Diselempangkannya juga ke dada. Celana hitamnya yang sampai betis kini semakin tak bergerak ketika dia duduk dalam sebuah keheningan. Bersidekap, tangannya menyatu alam, matanya menutup rapat. Ditutupnya telinga dari suara-suara. Menembus tetes air di gua dan menyisihkannya, menjalani alam roh leluhur.<br />Dolok terpanggang dalam sepi.<br /><br />Berhari-hari, berminggu-minggu, entah sudah keberapa kali bulan muncul di langit luar sana, dia tetap bertahan di dalam gua. Sampai mencari makan di tempat itu. Mulai dari lumut, tikus hingga apa pun yang pernah ada dan pernah melintas ke gua ini. Sampai bernapas dan membuang isi kotoran dari perutnya, dia tetap bertahan di ruangan terdalam dan sunyi itu.<br /><br />Mencari bayangan, menatap bayangan, hingga mengejarnya dengan bayangan rohnya pula.<br />Dia sering melupakan diri. Melepaskan tubuhnya di tengah keheningan yang dimaharajalelakannya. Dibiarkannya terenggut rohnya mencari petunjuk dari langit, tentang nasib, tentang garis yang dijalankannya. Puak adalah junjungan, garis keturunan adalah keniscayaan, nasib apa yang telah digariskan dan dititahkannya jauh sebelum dia lahir ke tanah dunia tengah ini?<br /><br />***<br />Dalam sebuah pertemuan adat, tiba-tiba saja Dolok muncul. Di antara para lelaki yang telah punya nama: Amang si anu, bapak dari si anu, keberadaan jelas tak diterima. Tapi, Dolok, si lelaki yang tak ubahnya bujangan itu, tiba-tiba saja telah menyeruak di antara mereka.<br />Dolok yang tak punya nama, kecuali namanya sendiri. Karena itu dia bisa sederajat dengan para bujangan. Dolok tak punya embel-embel Amang dengan nama anak. Dolok Mardongan sebutannya tetap Dolok.<br />Mata para lelaki muda, setengah baya hingga kakek tua di pertemuan antar-kampung itu kemudian menatapinya. Dengan pandangan mengerikan, sinis memandang Dolok. Lelaki yang menjelma perempuan, atau sebaliknya, perempuan yang menjelma sebagai lelaki.<br /><br />“Hai seluruh dongan tubu, seluruh saudara dari puakku…â€<br />Sambil berteriak serupa auman mengerikan dari wajah yang pucat namun tak memperlihatkan kelelahan, dia berdiri serupa batu karang. Kakinya kokoh sekalipun kotor dengan lapisan tanah dan lumpur hitam.<br />Orang-orang mulai ketakutan. Apalagi ketika dia mengacungkan tinggi-tinggi pisau ke atas kepalanya setelah mengarahkannya ke perut.<br /><br />Semua terpana. Dolok yang baru muncul setelah lama menghilang. Seakan lenyap dari bumi. Setelah orang-orang tahu, pastilah dia berduka atas seluruh malapetaka yang menimpanya.<br />Seluruh istrinya tak lagi ada di sampingnya. Pergi dari rumah Dolok yang berpagar kayu. Setelah dia tak diketahui keberadaannya, tetap tak ada yang berani menyentuh rumah Dolok, termasuk orang-orang satu huta atau sanak semarganya yang lain. Mereka tahu Dolok sedang sedih atau sedang murka. Dan orang murka pasti akan mengerikan bila ada yang menyinggung hatinya.<br />Kini, Dolok terlihat begitu jantannya. Sekalipun dalam hati orang masih curiga kalau ada anak di perutnya. Kini mereka menanti apa yang akan dilakukan Dolok.<br />“Aku akan tunjukan, kepada kalian semua. Aku lelaki, penjaga garis puakku. Namaku akan tetap ada di samping kalian…â€<br /><br />Semua diam. Bukan tak tahu apa yang dia maksudkan, tapi lebih karena seluruh orang-orang di sekelilingnya memang agak gentar.<br />“Aku akan membelah perutku! Tak pernah ada bayi di dalam perut ini. Tak pernah ada. Karena aku bukan perempuan!â€<br /><br />Semua orang terkaget pada kenekatan yang akan dilakukannya. Semua terpana.<br />Bahkan ketika orang-orang mulai mendengar ada suara tangis perempuan tua jauh di belakang kerumunan para lelaki. Ibu dari Dolok, perempuan yang telah melahirkan lelaki itu ke dunia.<br />Bukan sekedar tangisan, lebih berupa ratapan.<br />Tangisannya sangat menyayat: “Jangan kau lakukan itu, Dolok… Jangan. Biarkan, orang-orang meragukanmu. Inang tahu, kau tetap seorang lelaki…â€<br /><br />Orang-orang mulai riuh. Berbisik. Beberapa mata mulai menatap Ibu dari Dolok.<br />“Dengar, dengar tak ada yang bisa menghalangiku. Inang, berikan aku kesempatan menunjukkan kepada mereka, bahwa akulah lelaki. Tak ada bayi di sini, yang ada hanyalah minyak…â€<br />Semua orang di pertemuan huta ini mulai berteriak gemuruh. Tak jelas kalimat-kalimat mereka, karena setiap orang hendak menyuarakan hatinya masing-masing.<br /><br />“Hanya permintaanku, pertahankanlah namaku di marga dan puakku. Pertahankan namaku…â€<br />Semua masih terdiam. Tak ada yang berani bicara.<br />Hingga seorang yang tertua di antara rombongan itu maju. Mengangkat tinggi-tinggi tangannya. Pertanda takzim. Dengan wajah yang takjub.<br />“Anakku Dolok, kalau itu maumu. Biarlah terjadi yang kau inginkan itu. Biarlah dijalankan keinginan rohmu itu…â€<br /><br />Dolok membisu. Dia tak mengangguk, tak pula bergerak. Kecuali matanya yang menyiratkan kepastian. Lalu matanya cepat dan tanpa keraguan, beralih ke perut. Tangannya tak gemetar ketika menghujamkan pisau itu kuat-kuat ke perutnya.<br />Orang-orang bersuara keras. Inang Dolok menjerit histeris. Begitu pun para kaum ibu dan kaum perempuan di belakang ibunya, setelah mengetahui apa yang telah terjadi. Dolok, siapakah Dolok ini? Siapa yang menuntunnya sekarang untuk melakukan hal yang mengerikan itu?<br />Namun, mereka telah menyaksikan pisau telah menancap di perutnya. Tangannya gemetar. Tubuhnya bergolak, lalu limbung dengan tatapan yang nanar, sebelum akhirnya menutup dengan tenang.<br />Lalu setelah jatuhnya tubuh itu, terlihatlah segala yang tak mereka percayai di hadapan mereka. Ada cairan minyak merembes keluar dari luka di perutnya yang menganga. Nyatalah di hadapan mereka, perut Dolok berisi minyak. Bukan anak!<br /><br />Lalu tanah di sekitar tubuh Dolok yang rubuh terus berminyak oleh ceceran lemak yang keluar dari antara darah yang mengalir dari perutnya. Namun tak pernah ada bayi. Memang tak ada bayi. Kecuali minyak yang semakin membasahi dan mengaliri tanah yang kecoklatan. Sampai tanah mulai memperlihatkan pantulan warna dari cairan yang jernih. Pantulan minyak itu.<br />Demikianlah, hingga hari itu, hingga esoknya. Bahkan hingga bulan terbit puluhan dan ratusan kali, atas segala kejadian itu, orang-orang tetap mengingatnya.<br /><br />Sekalipun tubuh Dolok telah dikuburkan. Tulangnya digabungkan bersama simin10 semarganya, namanya tetap melekat dan dipertahankan di antara puak.<br />Bahkan, tak satu pun orang yang berani menamakannya Dolok. Padanya dibuat julukan lain: Kakek yang Menjadi Minyak. Ompu Na Gabe Miak. Karena bagi orang Batak, sebutan nama memang sesuatu hal yang perlu dihindari. Apalagi bila dia bukan seorang bujangan. Dolok pernah beristri.<br /><br />Dia memang bukan perempuan. Dia pejantan di antara silsilah puak. Di antara garis keturunan marga. Hal itu hingga sekarang tetap dicamkan oleh orang-orang di kampung. Bahkan oleh tiap marga yang pernah mengenal dan mengenang ceritanya, dapat membaca nama Dolok tertulis di simin itu.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-9338490600799510542010-07-18T23:09:00.000-07:002010-07-18T23:10:55.466-07:00Raja BiakbiakRAJA BIAK-BIAK<br /><br />Raja Biak-biak, dengan nama raja Gumelenggeleng. Seorang yang cacat yang tidak punya tangan, kaki sehingga dia tidak bisa duduk. Dia berkecil hati di dalam hatinya karena adik-adiknya tidak cacat.<br /><br />Kabarnya: Pertama kali datang MULAJADI NABOLON, naik ke Sianjur Mulamula terus ke Guru Tateabulan mengetuk hati dan memina anaknya Sariburaja oli di potong.” Terserah Ompung! ” jawab Guru Tateabulan. Mendengar itu, Raja Biak-biak berkata kepada ibunya : ” O, ibu! Kudengar bapak mengijinkan di bunuh Ompunta MULAJADI NABOLON si Sariburaja, dalam hatiku, akulah yang mau di bunuh, apalah aku di bandingkan Sariburaja yang tidak cacat itu?, kalau boleh permintaanku suruhlah bapak menyembunyikan aku, biarpun kelahiranku begini akulah anak yang paling besar.<br /><br />Mendengar perkataan Raja Biak-biak ibunya menyuruh Guru Tateabulan menyembunyikan Raja Biak-biak ke Bukit Pusukbuhit. Setelah MULAJADI NABOLON naik ke atas, diminta Sariburaja di bunuhnya. Lalu di berikan ibunya.<br /><br />Kata MULAJADI NABOLON : ” Pegang kakinya!”.<br /><br />Jadi dipeganglah kakinya. Setelah itu di potong lalu di cincang.Sudah di sediakan api sebelumnya. Setelah selesai di cincang lalu di masak di atas api.<br /><br />Setelah asap datang, berserulah MULAJADI NABOLON katanya : ” Yang mau menjadi Sariburaja keluarlah dari situ.<br /><br />Lalu terangkatlah sariburaja dari sana kemudian duduk. Dia seperti Garaga, seperti garugu yang satu menjadi tujuh puluh.<br /><br />Mengikuti kata orang, yang tinggal disana beraneka ragam binatang piaraan.<br /><br />Ketika MULAJADI NABOLON kembali keatas dari Bukit Pusukbuhit ia naik. Lalu bertemulah dengan Raja Biak-biak: ”Siapa membawa kamu kesini “, kata MULAJADI NABOLON.” Kalau di lihat Ompung, aku ketakutan, takut di ketakutanku!, tadi kudengar kau ancam ompung membunuh Sariburaja, maunya akulah kau bunuh karena aku cacat. Aku memohon kepada ibu supaya bapak mengantarkan aku kesini. Akulah anak yang sulung ibu.<br /><br />“Jadi maksudmu semua keturunan adikmu dan kakakmu bersembah sujud kepadamu”, kata MULAJADI NABOLON. “Tentu, karena aku paling besar, akulah yang pantas raja mereka”, kata Raja Biak-biak.<br /><br />“Kalau begitu, bagaimana, maukah kau ku ubah?”<br /><br />“Ya, aku mau, kalau keturunan adik ku dan kakak ku mau bersembah kepada ku” kata Raja Biak-biak.<br /><br />Jadi di berkati MULAJADI NABOLONlah Raja Biak-biak di Bukit Pusukbuhit itu. Jadi, dia punya kaki, tangan tetapi moncongnya seperti moncong babi.Sebagian berkata, dia punya sayap makanya di sebut namanya Tuan Rajauti, raja yang takkan pernah mati, raja yang takkan pernah tua.<br /><br />Dari Bukit Pusukbuhit itu, diterbangkan MULAJADI NABOLONlah ia ke ujung Aceh.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-23559238660963389962010-07-18T23:07:00.000-07:002010-07-18T23:09:34.435-07:00Tunggal Panaluan di Halak BatakTUNGGAL PANALUAN <br /><br /> <br /><br />Tunggal Panaluan adalah tongkat orang batak yang hanya dimiliki oleh raja-raja batak. Tunggal Panaluan Raja Batak yang konon sudah dibawa oleh orang Belanda ke negaranya sekarang sudah kembali ke Tanah Batak, tepatnya di museum Gereja Katolik Kabupaten Samosir. Tongkat Tunggal Panaluan oleh semua sub suku Batak diyakini memiliki kekuatan gaib untuk : meminta hujan, menahan hujan (manarang udan), menolak bala, Wabah, mengobati penyakit, mencari dan menangkap pencuri, membantu dalam peperangan dll. Ada beberapa versi mengenai kisah terjadinya tongkat Tongkat Tunggal Panaluan yang memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga motif yang terdapat pada tongkat Tongkat Tunggal Panaluan juga bervariasi. Salah satu kisahnya sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br />Sepasang suami istri yaitu Datu Baragas Tunggal Pambarbar Na Sumurung (ahli ukir) dan istrinya Nan Sindak Panaluan, sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak. Mereka menanyakan hal tersebut kepada ahli ramal, ahli ramal menganjurkan agar mengganti patung-patung yang ada di rumahnya dengan yang lebih cantik. Maka pergilah Datu Baragas kehutan untuk mencari kayu yang cocok dijadikan patung, tetapi berhari-hari lamanya tidak ditemukan. Suatu saat ia (Baragas Tunggal) melihat di udara pohon melayang-layang tanpa cabang, daunnya kira-kira setinggi manusia. Baragas memohon kepada Mulajadi agar pohon tersebut diturunkan ke bumi dan ternyata dikabulkan. Pohon tersebut turun tepat ditempat peristirahatan (perberhentian) yang disebut Adian Naga Tolping. Baragas mengambilnya serta mulai mengukir sehingga berbentuk seorang gadis disebut Jonjong Anian. Setelah selesai, ia bermaksud membawa pulang, tetapi tidak dapat diangkatnya. <br /><br />Beberapa hari kemudian saudagar kain dan perhiasan lewat lalu beristirahat ditempat tersebut. Saudagar melihat betapa cantiknya patung tersebut bila dikenakan pakaian dan perhiasan lengkap. Ia kemudian mengenakan pakaian, selendang, kerabu, kalung, gelang dan kancing emas. Ketika hendak pulang barang-barang tersebut tidak dapat dibuka walau dengan cara apapun. Lalu ia pulang dengan hati yang sangat kesal. Tersiarlah berita sampai keseluruh negeri dan sampai pada dukun Nasumurung Datu Pangabang-abang Pangubung-ubung yaitu dukun yang dapat menghidupkan kembali yang mati atau menyegarkan yang busuk. Sang dukun pergi ketempat patung tersebut dengan membawa obat berkhasiat, lalu meneteskannya ke mata patung, matanya langsung berkedip, ditetskan kehidung terus bersin, diteteskan ke bibir sehingga komat-kamit, diteteskan ke mulut terus dapat berbicara, ke telinga lalu mendengar, kepersendian, pergelangan tangan maupun kaki sehingga dapat bergerak dan berjalan sehingga patung tersebut menjadi seorang gadis cantik jelita, diberi nama siboru Jonjong Anian Siboru Tibal Tudosan.<br /><br />Datu Nasumurung membangun rumah untuk tempatnya bertenun yang dikawal harimau, babi dan anjing, tangga rumahnya dibuat dari pisau-pisau yang tajam. Banyak pemuda yang simpati padanya tapi untuk bertemupun tidak bisa, namun seorang pemuda berhasil memikat hatinya yang bernama Guru Tatea Bulan dan sepakat untuk melaksanakan perkawinan. Berita itu tersebar luas diseluruh negeri dan sampai kepada Baragas (sipembuat patung), lalu mendatangi datu Pangabang-abang yang menanyakan hal itu. Terjadilah perselisihan antara sipembuat patung (pengukir), datu yang menghidupkan dan saudagar yang masing-masing mengatakan bahwa siboru Jonjong Anian adalah putrinya.<br /><br />Perselisihan itu ditengahi oleh Si Raja Bahir-bahir (seorang penyumpit) yang menyatakan : Baragas (pengukir) pantas menjadi ayahnya, saudagar menjadi pamannya dan datu Pangabang-abang menjadi kakeknya. Pendapat itu disetujui dan perkawinanpun dilaksanakan. Beberapa lama kemudian, Siboru Jonjong Anian mulai mengandung (hamil). Selama hamil Guru Tatea Bulan senantiasa memenuhi permintaannya agar kelak tidak menjadi staknasi (halangan), walaupun permintaan tersebut terasa aneh, mis : meminta hati elang, nangka, pisang, ikan lumba-lumba, ayam jantan, dll. Ternyata kehamilannya diluar kebiasaan yaitu selama 12 bulan, setelah lahir ternyata kembar dua (marporhas), laki-laki dan perempuan, Guru Tatea Bulan melaksanakan pesta pemberian nama (martutu aek). Yang laki-laki dinamai Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan adiknya si Tapi Nauasan Siboru Panaluan.<br /><br /> <br /><br />Mula Ni Tunggal Panaluan<br /><br /> <br /><br />Dahulu kala ada sebuah cerita yang berasal dari Pangururan, pulau Samosir tepatnya di desa Sidogor-dogor tinggallah seorang laki-laki bernama Guru Hatimbulan. Beliau adalah seorang dukun yang bergelar ‘Datu Arak ni Pane’. Istrinya bernama Nan Sindak Panaluan.<br /><br />Telah sekian lama mereka menikah tetapi belum juga di karuniai keturunan. Suatu ketika perempuan itu hamil setelah begitu lamanya mereka menunggu, kehamilan tsb membuat heran semua penduduk kampung itu dan menganggap keadaan itu hal yang gaib(aneh), bersamaan pada saat itu juga sedang terjadi masa kemarau dan paceklik, cuaca sangat panas dan kering, saking teriknya tak tertahankan, permukaan tanah dan rawa-rawa pun menjadi kerak dan keras.<br /><br />Melihat keadaan kemarau dan panas yg masih terjadi ini, membuat Raja Bius(head of Malim community) menjadi risau, lalu ia pergi menjumpai Guru Hatimbulan dan berkata kepadanya : “Mungkin ada baiknya kita mencari sebabnya dan bertanya kepada Debata Mulajadi Nabolon, mengapa panas dan kemarau ini masih terus berkepanjangan, hal ini sangat jarang terjadi sebelumnya”. Lalu Guru Hatimbulan menjawab :”Semua ini mungkin saja terjadi”, lalu Raja Bius mengatakan :”Semua orang kampung heran mengapa istrimu begitu lama baru hamil, mereka berkata bahwa kehamilannya itu sangat ganjil” , karena percakapan itu maka timbullah pertengkaran diantara mereka, tetapi tidak sampai ada perkelahian.<br /><br />Di lain waktu tiba saatnya istri Guru Hatimbulan melahirkan, perempuan itu melahirkan anak kembar, seorang anak laki-laki dan perempuan, seketika itu juga maka hujan pun turun dgn lebatnya, maka semua tanam-tanaman dan pepohonan nampak segar kembali dan keadaan menjadi hijau lagi. Untuk merayakan itu semua, lalu Guru Hatimbulan memotong seekor lembu serta untuk mendamaikan kekuasaan jahat.<br /><br />Ia juga mengundang semua penatua-penatua dan kepala-kepala kampung dalam perjamuan itu, dimana nama anak-anak itu akan di umumkan putranya diberi nama Si Aji Donda Hatahutan dan putrinya itu di beri nama Si Boru Tapi Nauasan.<br /><br />Setelah usai pesta tsb, ada beberapa tamu yg telah menasehatkan Guru Hatimbulan supaya anak-anak itu jangan kiranya di asuh bersama-sama, yang satu kiranya di bawa ke barat dan yang satu lagi di bawa ke timur, sebab anak itu lahir kembar, dan juga berlainan jenis kelamin, hal ini sangat tidak menguntungkan menurut kata orangtua dulu.<br /><br />Guru hatimbulan tidak memandang serta memperhatikan nasehat dari para penatua dan kepala kampung tsb. Setelah sekian lama terbuktilah apa yg dinasehatkan oleh para penatua itu dan benar adanya. Dilain waktu, Guru Hatimbulan pergi ke Pusuk buhit dan membuat sebuah gubuk disana, dan membawa anak-anaknya kesana.<br /><br />Gubuk itu dijaga dgn seekor anjing dan setiap hari Guru Hatimbulan membawakan makanan untuk anaknya tsb. Setelah anak-anaknya bertumbuh menjadi besar, pergilah putrinya jalan-jalan ke hutan lalu dilihatnya sebuah pohon yaitu pohon piu-piu tanggulon(hau tadatada), pohon yang batangnya penuh dgn duri, dan mempunyai buah yg masak & manis.<br /><br />Melihat buah pohon itu,maka timbullah hasratnya untuk memakannya, tetapi sebelum dia naik ke pohon itu, dia mengambil beberapa buah itu dan memakannya. Pada saat itu juga, dia tertelan dan menjadi satu dgn pohon itu hanya kepalanya saja yg terlihat(tersisa) . Di tempat lain abangnya Si Aji Donda Hatahutan gelisah menunggu adiknya pulang, kenapa sampai sore kok belum pulang juga adiknya, lalu dia pergi ke dalam hutan untuk menyelidikinya sambil berteriak memanggil-manggil nama adiknya itu. Saat dia sudah merasa letih, tiba-tiba dia mendengar jawaban dari adiknya dari pohon yg berdekatan dgn dia, dan adiknya menceritakan apa yg terjadi,sehingga dia tertelan oleh pohon tersebut.<br /><br />Si Aji Donda memanjat pohon itu, tetapi dia pun ikut ditelan dan menjadi satu dgn pohon itu. Keduanya menangis untuk meminta tolong, tetapi suara mereka hilang begitu saja di dalam gelapnya hutan. Keesokan paginya, anjing mereka lewat dan meloncat-loncat pd pohon tsb, lalu anjing itupun mengalami hal yg sama, tertelan oleh pohon itu hanya kepalanya saja yg terlihat.<br /><br />Seperti biasa si Guru hatimbulan datang ke gubuk anaknya untuk membawakan mereka makanan, tapi dia tidak menemui mereka, lalu dia mencari dan mengikuti jejak kaki anaknya ke dalam hutan, sampai pada akhirnya dia menemui pohon tsb dan dimana dia hanya melihat kepala dua orang anak-anaknya dan anjing penjaga. Melihat hal itu dia menjadi sedih.<br /><br />Dari info dan petunjuk yang dia cari maka bertemulah dia dengan seorang datu yg bernama Datu Parmanuk Koling, dia menceritakan kejadian itu dan mengajak datu itu ke pohon tsb untuk menolong anaknya, diiringi oleh banyak orang yg ingin melihat, karena kejadian ini sudah tersebar ke berbagai pelosok dan pemusik pun sudah dipanggil lalu si Datu memulai ritualnya, si datu berdoa dan membaca mantra untuk membujuk roh yg menawan anak si Guru hatimbulan, setelah upacara selesai maka naiklah si Datu Parmanuk koling ke pohon itu, tetapi hal yg sama juga terjadi, dia tertelan oleh pohon itu.<br /><br />Guru Hatimbulan dan para penonton kembali ke rumah mereka dgn hati kecewa, tetapi mereka tidak putus asa , mereka tetap berusaha mencari jalan keluarnya dgn mencari datu lain. Kemudian Guru hatimbulan mendengar kabar ada datu yg hebat, namanya Marangin Bosi atau Datu Mallantang Malitting. Orang itu pergi ke pohon tersebut, tetapi mengalami nasib yg sama.<br /><br />Kemudian ada juga Datu Boru SiBaso Bolon, dia juga menjadi tawanan si pohon itu. Hal yang sama juga terjadi kepada Datu Horbo Marpaung, Si Aji Bahar(si Jolma so Begu) yang mana setengah manusia dan setengah iblis. Dan seekor ular pun di telan pohon itu. Guru hatimbulan sudah kehabisan akal,dan juga telah mengeluarkan begitu banyak uang untuk keperluan pemusik(gondang) , pele-pelean, dan semua yg diminta para datu itu utk roh yg ada di pohon tsb.<br /><br />Beberapa hari setelah itu, seorang datu, bernama Si Parpansa Ginjang memberitahukan Guru Hatimbulan bahwa dia dapat membebaskan kedua anaknya dari tawanan pohon itu. Guru Hatimbulan mempercayai omongan si datu itu,dan menyediakan semua apa yang diminta oleh si datu. Si datu berkata bahwa kita harus memberikan persembahan kepada semua roh, roh tanah (spirit of land), roh air(water), roh kayu(wood) dan lainnya baru kemudian bisa membebaskan kedua anak tsb.<br /><br />Guru Hatimbulan mempersiapkan semua yg diperlukan oleh si datu utk upacara tsb sesuai dgn arahan si datu. Kemudian mereka pergi menemui pohon itu disertai oleh orang kampung sekitarnya. Setelah si datu selesai memberikan mantra kepada senjata wasiatnya, lalu dia menebang pohon itu tetapi semua kepala orang yg ada di pohon tsb jadi menghilang, juga anjing dan ular yg tertelan pohon tsb. Semua orang yg menyaksikan seperti terperanjat, lalu si datu berkata kepada Guru Hatimbulan: ‘Potonglah pohon itu menjadi beberapa bagian dan ukirlah gambaran dari orang-orang yg ditelan oleh pohon ini”. Guru hatimbulan memotong batang pohon itu menjadi beberapa bagian dan mengukirnya menjadi sebuah tongkat dgn bentuk 5 orang lelaki, 2 orang anaknya, seekor anjing dan seekor ular.<br /><br />Setelah selesai mengukir tongkat tsb menjadi 9 wajah, maka semua orang kembali ke kampung guru Hatimbulan, ketika mereka tiba di kampung ditandai dgn bunyi gong, dan juga mengorbankan seekor lembu untuk menghormati mereka yg di ukir dalam tongkat tsb. Setelah Guru Hatimbulan selesai manortor maka tongkat itu diletakkan membelakangi muka lumbung padi. Setelah itu baru datu Parpansa Ginjang manortor(menari), melalui tortor ini dia kesurupan(siar- siaron) dirasuki roh-roh dari orang2 yg pernah ditelan pohon itu dan mulai berbicara satu-persatu, mereka adalah roh dari:<br /><br />1. Si Aji Donda Hatahutan.<br /><br />2. Siboru Tapi Nauasan.<br /><br />3. Datu Pulo Punjung nauli, atau si Melbus-elbus.<br /><br />4. Guru Manggantar porang.<br /><br />5. Si Sanggar Maolaol.<br /><br />6. Si Upar mangalele.<br /><br />7. Barita Songkar Pangururan.<br /><br />Dan mereka berkata, “Wahai bapak pemahat, kau telah membuat ukiran dari wajah kami semua dan kami punya mata, tetapi tidak bisa melihat, kami punya mulut tetapi tidak bisa bicara, kami punya telinga tapi tidak mendengar, kami punya tangan tapi tidak bisa menggenggam, kami mengutuk kamu, wahai pemahat!. Si datu menjawab, “Jangan kutuk aku, tetapi kutuklah pisau ini tanpa pisau ini aku tidak dapat mengukir wajah kalian”. Tetapi si pisau berbalik membalas, “Jangan kutuk aku, tetapi kutuklah si tukang besi, kalau saja dia tidak menempa aku menjadi pisau, aku tidak akan pernah menjadi pisau”. Si tukang besi pun tidak ingin disalahkan lalu berkata, “Jangan kutuk aku tapi kutuklah Angin, tanpa angin aku tidak dapat menempa besi”. Angin pun menjawab,”Jangan kutuk kami tapi kutuklah si Guru hatimbulan”. ketika semua tertuju pada Guru hatimbulan, maka roh itu berkata melalui si datu, “Aku mengutukmu, Ayah dan juga kamu Ibu, yaitu yang melahirkan aku”.<br /><br />Ketika Guru Hatimbulan mendengar itu, dia menjawab balik, “Jangan kutuk aku tetapi kutuklah dirimu sendiri. Kau yang jatuh ke dalam lubang dan terbunuh oleh pisau dan kamu tidak mempunyai keturunan”.<br /><br />Lalu Roh itu berkata: “Baiklah, biarlah begini adanya, ayah, dan gunakanlah aku untuk: menahan hujan, memanggil hujan pada waktu musim kering, senjata di waktu perang, mengobati penyakit, menangkap pencuri, dll. Setelah upacara itu, maka pulanglah mereka masing-masing. Adapun tinggi tongkat Tunggal Panaluan sekitar 170 cm dan biasanya dimiliki oleh Datu bolon(dukun besar).hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-92123198639383393712010-07-18T23:06:00.000-07:002010-07-18T23:07:10.320-07:00Pahlawan Suku batakNA MORA PANDE BOSI LUBIS<br /><br />Daeng Mela yang kemudian digelari Na Mora Pande Bosi adalah seorang pahlawan. Pada waktu Malaka jatuh ke tangan Portugis, Daeng Mela mundur, dan ingin kembali ke negrinya Bugis. Namun dia harus menempuh jalan darat demi keselamatan dirinya sendiri. Dia memulai perjalanan dari Labuhan Ruku dan sampai di Negeri Baru, yang sama ini terkenal sebagai pelabuhan besar’. <br /><br />Di sana Daeng Mela melapor kepada Raja Hatongga, dan menceritakan kepandaiannya sebagai pandai besi, sekaligus mendemonstrasikan bagaimana cara membuat cangkul, kampak, bajak, parang, tombak dan macam-macam lagi. Caranya bekerja bukanlah seperti orang biasa, besi yang sudah dibakar bisa dibengkokkan dan ditipiskan tanpa alat, cukup dengan menggunakan tangannya.<br /><br />Raja Hatongga sangat heran, dan takjub. Akhirnya Daeng Mela sangat disegani di kampung itu, sampai raja merestui perkawinannya dengan adik perempuan Raja, yang bernama Lenggana. Sesuai dengan adat Tapanuli Selatan, maka Daeng Mela diberi marga yaitu Lubis. Daeng Mela kini berganti nama menjadi Na Mora Pande Bosi Lubis. Sebagai maharnya, Na Mora Pande Bosi Lubis hanya memberi tiga helai kain tenun petani. Demikianlah kedua insan ini membentuk keluarga di Lobu Hatongga dengan sebidang tanah, dan perumahan yang diberikan raja Mereka cukup berbahagia setelah lahir putra kembar, yaitu Sultan Bugis, dan Sulatan Berayun. <br /><br />Suatu ketika Na Mora Pande Bosi Lubis pergi berburu ke tempat yang lebih jauh dari sebelumnya, di Hamaya Tonggi yang terkenal angker. Sampai enam kali dia menyumpit burung, kena dan jatuh ke tanah, namun tak pernah jumpa. Begitu pula pada penyumpit yang ke tujuh kali membuat dia kesal dan marah. Tiba-tiba muncullah seorang gadis cantik terjadilah dialog. Na Mora Pande Bosi Lubis begitu terpesona melihat gadis itu, akhirnya dia mengikuti gadis tadi sampai ke tempat tinggalnya, dan keduanya menjadi suami istri.<br /><br />Kerajaan Hatongga menjadi heboh, raja memerintahkan semua orang untuk mencari Na Mora Pande Bosi Lubis. Terakhir gong sakti dipukul (dibunyikan) Na Mora Pande Besi Lubis sadar, dan dia kembali pulang menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung lagi. <br /><br />Di negeri bunian istri kedua. Na Mora Pande Bosi Lubis melahirkan anak kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si Baetang. Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan petunjuk ibunya, dan ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Na Mora Pande Bosi menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama seperti anaknya kandung.<br /><br />Suatu ketika terjadi perkelahian antara Sultan Bugis dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri paman, yang akhimya dimenangkan oleh Si Langkitang. Karena mereka saling berkelahi, maka sang ibu membela anak kandungnya, selia menyuruh kedua anak itu pergi. Kedua anak itu pergi, dan mereka sampai di Singengu. Singengu adalah daerah pegunungan yang tinggi dari apabila menatap dari puncaknya, masih tampak Lobu Hatongga. Di sana dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah agar keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis di Lobu Hatongga akan punah. <br /><br />Demikian sumpah Si Langkitang di dengar Empu Mula Jadi Nabolon sehingga keturunan Na Mora Pade Bosi Lubis tidak berkembang menurunkan marga Lubis di daerah itu.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-30029475634677225552010-07-18T22:59:00.000-07:002010-07-18T23:00:08.796-07:00Turi-turian Suku BatakRaja na Burju dohot Ama ni Holit Mangging<br /><br />Illustrasi ini berhubungan dengan Amani Holit Mangging (yang rakus)<br /><br />Mangihuthon turi-turian, di nagori Batarasiang adong do sahalak raja naburju jala parlambas roha. Malo jala mura mengkel suping. Ganteng jala namora jong. Tanona do sude luat Batarasiang. Puhut jala gogo mangula arian borngin. Las do rohani sude jolma mida raja on. Dua ma niolini raja on. Sangaja do dioli raja i dua, ai sada tohonan do i di ibana – asa pas dua- ima ra nanidokni tohonan i. Alai na sabulan naung salpu matema sada niolina i. Humasilsal ma sude soridaluni harajaon i mangalului sada nari. Ise naolo pasurathon dirina? Ketik reg spasi batarasiang spasi goar. Pahatop be ma, bulan na ro pamilihan, unang tarlambat da! Ise natarpillit pintor diboan do maredang-edang tu porlak eden!<br />Di luat na asing na jonok tu Batarasiang adongma sada baoa na pogos, apala pogos situtu. Mulai tubu ibana ndang hea do pe ditatap na tama, holan na paet do torus. Porsuk situtu do parsorion na. Roa muse. Pardompakanna songon haluan ni kapal tempur. Holsona songon soarani api marjembur-jembur pasiltak-siltak langit. Andung-andungna songon alogo tonga borngin mallongos mangombus bulung bulung. Alai memang namalas do bao i. Holan namangan do tahina, apalagi molo adong saksang, saksang naung bari-bari manang saksang daur ulang pe taho asalma saksang. “Amang, dangolna i sitaononhon. Lebih enak makan sate daripada makan kue bolu. Tumagon do ahu mate daripada mangolu. Sapotni nipinghon” Ima andung-andungna arian nang bodari.<br /><br />Di na sahali hundul-hundul ma baoa i di bonani unte pangir, huhut marende “Bulan i bulan i, pardomuanni simalolong da inang. Boha bahenon bagian i ingkon taonon”. Di namarende i ibana taringot ma ibana tu turi-turianni donganna sapartinaonan na mandok adong sada raja naburju jala olo mangurupi manang ise pe taho. Las rohana mambege barita i. “Ingkon laho do ahu manopot jala manomba raja i jala mangido tano, jala ingkon tangis tarilu-ilu mangandung bolon do ahu di si asa dilehon tano di ahu, molo boi tano na bolak situtu, lengkap dohot hoda dohot suan-suanan, misalna pohon beringin yang rindang”. Ninna rohana sambil maniulhon lagu siterang bulan.<br /><br />Laho ma ibana. Neang-neang langkana ala lasni rohana.<br /><br />“Horas rajanami. Horas tondi madingin pir tondi matogu dihamu raja nami. Tolong hamu jo ahu jolma nahansip, jolma abal-abal jolma odong-odong na tordang di talaga. Napogos situtu do ahu amang raja nami. Ndang marhepeng, ndang martano, ndang marjabu. Apala napahansithon sidangolonhu, sampe saonari ndang adong dope pardijabunghu nanggo apala sahalak pe nian as alas roha, eh…maksudhu raja nami asa las roha dohot daging. Alani hapogoson ma ra on raja nami asa ndang adong borua na olo tu ahu. Huhut ni i raja nami molo tung adongpe naolo aha bahenhu panganon na? Naboido duhut-duhut i lehonon bonduton na? Hansit situtu do ahu rajanami. Ngalian torus. Sombanghu raja nami, asi roham, oloima pangidoanhu”. Ninna ibana huhut diapusi iluna.<br /><br />“Bege asa hudok. Molo so hudok ndang di botoho, ai so pargorsi ho. Maringkat ma ho. Lioti ma tano on. Nasa tolap ni gogom mangalioti tano on, nasa ima lehononhu tu ho. Dung dilitoti ho nasa gogom mulak ma ho tuson paboahon sadia tolapmu, da, asa pintor hutengken suratni tanomi”. Ninna raja i sambil berlalu mengkel suping.<br /><br />Maringkat ma ibana sagogo-gogona. Asa tamba bolak tano dapotna, tamba gogoma ibana maringkat. Ndang parduli ibana molo adongpe andor hadungka sangkot tu patna. So ditilli ibana sugani ramba-ramba i. Ri, tolong, sanggar, beang-beang, sijungkot, simarderuma, sanduduk, salagundi dohot bonani sotul pe dos do dibahen ibana didolos ganup. “Asa mamora situtu ahu, asa mamora jong ahu. Dung mamora ahu tuhoronhu ma kapal laut pesiar. Minum-minum koka kola dohot minum panta ma ahu di si hohot dongan marlasni roha huhut mangkail dohot marleng.” Songon ima lasni rohana huhut marlojong hatop songon haba-haba marimpot-impot songon lali habang.<br /><br />“Raja nami, nunga dao hulojongi. Nunga dao rajanami, mansai bolak hulioti rajanami….rajanami…..rajanami…”<br /><br />Nanget jala sesep, melankonlis. Hosana manjolhoi songon namarhosa di bagas buntak, sada-sada gotap-gotap. Unjom, tos. Mate!<br /><br />Sian na dao tarbegema angka pidong marende tarsongon namangandung:<br /><br />“Ingkon do malangke daging dohot sibuk i”.<br /><br />Di hau silang nasantipul i tarsurat:<br /><br />“Amani Holit Mangging, tubu tingki haleon, mangolu di ari udan, monding di ari logohendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-31349828708344395132010-07-18T22:56:00.000-07:002010-07-18T22:57:26.262-07:00Siboru NatumandiSi Boru Natumandi<br /><br />Dahulu kala sewaktu penduduk yang mendiami Rura (Lembah) Silindung masih memeluk kepercayaan Sipelebegu, hiduplah seorang Raja yang kaya, besar dan bersahaja. Mereka hidup dengan damai di sebuah huta di tepi sungai Aek Situmandi yang bersih dan jernih. Tempat tinggal raja itu berada di seberang Huta Siparini sekarang. Huta Siparini terletak di kaki Dolok (Gunung) Siatas Barita. Dolok Siatas Barita adalah tempat “Pamelean” keturunan Guru Mangaloksa sewaktu belum masuk agama Kristen ke Rura Silindung.<br /><br />Walaupun Dolok Martimbang lebih tinggi dari Dolok Siatas Barita, itu tidak masalah bagi mereka karena guru Mangaloksa pertama sekali mendirikan huta di kaki Dolok Siatas Barita. Dari sanalah awalnya guru Mangaloksa bersama keturunannya mendiami seluruh Rura Silindung. Oleh karena itu, Dolok Siatas Barita merupakan tempat “Dolok Parsaktian” bagi keturunan Guru Mangaloksa sekaligus menjadi tempat Pamelean zaman dahulu.<br />Terkabarlah Raja ini karena kekayaannya, kebesaran dan kebersahajaannya. Semua tanaman-tanaman diladang maupun disawah berlimpah ruah, bahkan tempat penyimpanan yakni “Sopo” tidak bisa lagi menampungnya. Begitu juga dengan ternaknya ( kerbau dan babi ) berlimpah. Sang Raja tinggal di “Rumah Batak” Tetapi lebih terkenal lagi raja ini karena kecantikan putrinya yang bernama Si Boru Natumandi .<br /><br /><br /><br />Banyak anak-anak raja yang ingin menjadikan siboru Natumandi menjadi istrinya. Kabar mengenai kecantikan siboru Natumandi sudah tersebar ke “Desa Naualu”. Keindahan tubuh yang semampai, keindahan matanya yang teduh, senyum dan tertawanya yang membuat hati damai, kecantikan wajahnya yang mempesona, rambutnya bagaikan mayang terurai sampai ketumitnya, cara bicaranya yang lemah lembut dan sopan, perilakunya membanggakan orang tua dalam bermasyarakat, dan cara berpakaiannya juga sangat sopan. Tidak ada seorangpun yang melebihi karisma yang dimilikinya bahkan diantara kawan-kawan putri-putri raja yang seumuran denganya di Desa Naualu. Tidak hanya itu, dia pandai mengambil hati kedua orang tuanya, sangat terampil manortor (Tari-tarian suku batak) serta penenun yang handal dan rajin.<br /><br />Banyak raja-raja dari toba, samosir, humbang, pos-pos, dan angkola datang kepada raja itu untk meminang raja Siboru natumandi menjadi “Parumaennya” (menantunya). Siboru natumandi sangat pandai mengambil hati orang tuanya, sehingga dia putri kesayangan ayah ibunya. Karena itu, sewaktu raja-raja datang meminang Si Boru Natumandi jadi parumaennya, raja hanya menjawab yakni : molo mangoloi borukku, sipanolopi ma ianggo hami ( kalau putriku mau menerima, kami orang tuanya merestuinya).<br /><br />Mendengar jawaban raja itu, maka semua raja-raja yang mau meminang Si Boru Natumandi menyuruh anak-anaknya menjumpai Si Boru Natumandi untuk meminta agar dia mau jadi istrinya.<br /><br />Sungguh lemah lembut jawaban Si Boru Natumandi pada anak-anak raja yang datang menjumpainya. Si Boru Natumandi sangat senang menyambut kedatangan anak-anak raja itu. Bahkan mereka disuguhkan dengan makanan yang lezat dan nikmat. Setelah selesai makan dia memberikan jawaban kepada raja tersebut.<br /><br />Anak-anak raja yang datang tidak bisa tenang, mereka selalu penasaran, hati mereka selalu berdebar-debar, apakah saya diterima? kalimat tersebut yang selalu ada dalam pikiran mereka. Kalau tidak diterima kenapa harus repot-repot memasak, menyuguhkan makanan yang nikmat dan lezat dengan pelayanan yang memuaskan pada saya. Itulah yang menghantui pikiran anak-anak raja setip kali datang meminang. Wajahnya selalu tersenyum tidak menunjukkan ketidak sukaan pada setiap anak-anak raja yang datang. Hal tersebut juga membuat hati setiap anak-anak raja yang datang menjadi gusar dan bertanya-tanya sampai-sampai lupa pada makanan yang disuguhkan itu.<br /><br />Perasaan ayah dan ibu Si Boru Natumandi ikut juga tidak tenang menunggu jawaban yang diberikan putrinya pada anak-anak raja yang datang itu. Mereka sangat berharap agar putrinya mau menerima salah satu lamaran dari anak raja yang datang itu.<br /><br />Setelah selesai makan, S Boru Natumandi memberikan jawabannya kepada anak-anak raja yang datang itu dengan sopan dan lemah lembut dia mengatakan : ‘mauliate ma diharoromuna na tu ahu, alai mulak ma hamu ai ndang lomo do pe rohakku mar hamulian’. (terimakasih karena telah datang menjumpai saya, tapi pulanglah kalian, karena saya belum ingin menikah/berumah tangga).<br /><br />Bagaikan ‘Porhas na manoro di siang ari’ (bagaikan petir yang menyambar di siang hari) perasaan hati anak-anak raja mendengar perkataan Si Boru Natumandi yang singkat itu. Perasaan mereka lemas tak berdaya, tak sanggup lagi menjejakkan kakinya ke atas tanah karena mendengar jawaban tersebut.<br /><br />Seperti itulah jawaban yang di berikan Si Boru Natumandi kepada setiap anak-anak raja yang datang melamarnya. Sungguh lemah lembut perkataannya, pelayanannya sangat sopan dan baik. Tapi jawabannya yang singkat itu bagaikan disembelih dengan sembilu, sungguh menusuk jantung.<br /><br />Biasanya setelah anak-anak raja yang datang menjumpai Si Boru Natumandi pulang, kedua orang tua Si Boru Natumandi langsung menanyakan apakah putrinya itu sudah menerima salah satu lamaran dari anak-anak raja yang datang tersebut? Tapi jawaban yang diberikan Si Boru Natumandi selalu sama yakni: ‘dang lomo do pe rohakku mar hamulian amang-inang’ (ayah-ibu saya masih belum mau menikah).<br /><br />Seperti itu juga raja-raja yang menyuruh anak-anaknya datang menjumpai Si Boru Natumandi mereka selalu bertanya-tanya. Setiap anaknya pulang dari rumah Si Boru Natumandi mereka langsung menanyakan: ‘beha do amang, di jalo do hatami? Asa manigor borhat hami mangarangragi’ (“Bagaimana nak, apakah lamaranmu diterima?” Supaya kita langsung berangkat menjumpai orang tuanya). Tapi dari pancaran wajah si anak yang lesu tidak bersemangat, mereka sudah tahu bahwa anak mereka tidak di terima Si Boru Natumandi. Semua raja-raja yang menyuruh anaknya itu menjumpai Si Boru Natumandi bertanya-tanya: ‘na behado ulaning, na hurang mora do pe au, nahurang do hasangapon hu?’ (apa gerangan yang terjadi, apakah saya kurang kaya, apakah saya kurang bersahaja?) Padahal kekayaan dan kehormatan saya bahkan sangat melebihi orang tua si perempuan, kata hati setiap raja-raja yang mengirim anaknya menjumpai Si Boru Natumandi.<br /><br />Siang berganti malam, hari berganti minggu, bulan berganti tahun tetapi , jawaban yang diberikan Si Boru Natumandi selalu sama kepada setiap anak-anak raja yang datang melamarnya. Ayah dan Ibunya sedih sebab terdengar berita bahwa raja-raja yang menyuruh anaknya menjumpai Si Boru Natumandi merasa dikecilkan dan mereka sakit hati. Padahal anak-anak raja tersebut tidak memiliki kekurangan bahkan bisa dikatakan sudah sempurna, wajah mereka tampan, kaya dan jug berkedudukan. Tetapi kedua orang tua Si Boru Natumandi bingung dan bertanya-tanya dalam hatinya. Apa sebenarnya yang dipikirkan Si Boru Natumandi?<br /><br />Kadang-kadang hati kedua orang tua Si Boru Natumandi sedih memikirkan itu, tapi mereka tidak mau memaksakan kehendak, takut putrinya tersinggung, sedih atau menangis, mereka juga takut putrinya nanti sakit hati pada mereka. Karena Pada dasarnya marga Hutabarat sangat baik dan sayang pada anak perempuannya, bahkan sampai sekarang pun bisa kita lihat dalam kehidupan sehari- hari dan boru Hutabarat sangat baik marhula-hula.<br /><br />Ada kebiasaan sehari-hari Si Boru Natumandi yakni: dia tidak suka martua aek dan mandi bersama teman-teman sebayanya di sungai. Dia suka martua aek dan mandi di siang hari. Biasanya diwaktu mandi dia marhatobung di sungai. Setiap dia marhatobung, selalu terdengar sampai ke kampung, ladang dan sawah. Bahkan orang yang bekerja di sawah dan di ladang menghentikan pekerjaanya hanya untuk mendengar hatobung Si Boru Natumanding. Entah kenapa, semua hasil pekerjaan Si Boru Natumandi lain daripada yang lain. Seperti hasil tenunannya sangat cantik dan indah lain dari tenunan putri-putri raja. Setiap orang memegang tenunannya, sepertinya ada satu kekuatan yang tidak nampak dan mampu menarik hati orang untuk membelinya. Masakannya juga enak dan selalu nikmat, apa yang dikerjakannya selalu cocok bagi orang yang melihatnya.<br /><br />Banyak orang bertanya-tanya dalam hati mereka tentang kelebihan yang dimiliki Si Boru Natumandi terutama para tua-tua, dan kelebihan itu tidak membawa keburukan sehingga membuat kaum muda dan orang tua tidak melanjutkan pertanyaan yang selama ini mereka tanyakan dalam hati mereka.<br /><br />Disuatu hari, ibunya mendengar Si Boru Natumandi sedang berbicara di tempat dia menenun. Ibunya mendekat dan ingin melihat siapa teman putrinya berbicara. Si Boru Natumandi sangat serius berbicara sambil mengerjakan tenunannya. Dari pembicaraan itu terdengar suara seorang pemuda yang menemani putrinya. Terkadang Si Boru Natumandi tersenyum malu, dan kadang-kadang bukan dia yang menenun tenunannya. Ibunya terkejut melihat kejadian itu, sebab di sekeliling tempat putrinya bertenun tidak ada orang yang sedang berbicara dengannya.<br /><br />Dihapusnya wajah dan dadanya, lalu si ibu tersadar setelah melihat kejadian aneh yang menimpa putrinya. Dia bertanya dalam hatinya “apakah saya sedang bermimpi?” “tapi saya tidak tidur”. Dia kembali melihat putrinya itu, tetapi tetap saja sama seperti yang pertama dilihatnya itu.<br /><br />Setelah beberapa hari kemudian dia memberitahukan kejadian aneh yang menimpa putrinya itu pada suaminya. “Bibir saya bukan diretak panas……?” (Apa yang saya katakan itu benar) “Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri!” Ujar sang ibu kepada suaminya. Tetapi raja itu tidak menanggapi celotehan istrinya dan juga tidak menanggapi kejadian aneh yang menimpa putrinya itu dengan serius. Malah sang raja menjawab , “ah, atik tung na marnipi do ho boru ni raja nami, nabisuk marroha do borunta i, sodung disurahan pangalahona, tung heama i ?” ( “ah, mungkin dinda sedang bermimpi, putri kita kan orangnya sopan, dan dia tidak pernah berbuat hal-hal yang yang buruk) Akhirnya kedua orang tuanya tidak mempertanyakan masalah itu lagi.<br /><br />Mungkin Si Boru Natumandi sudah jatuh cinta pada pemuda yang datang menjumpainya itu, sebab disuatu hari dia memberitahukan kepada kedua orang tuanya bahwa dia sudah menemukan pemuda pujaan hatinya. Orang tuanya sangat senang mendengarkan apa yang diberitahukan putrinya.<br /><br />Biasanya, jika seorang putri sudah menemukan tambatan hatinya. Sudah lumrah bagi orang tuanya untuk menanyakan perihal pemuda yang menjadi tambatan hati putrinya. Bagaimana kelahirannya, bagaimana keadaan keluarganya, bagaimana kekayaannya, dan masih banyak lagi yang akan ditanyakan orang tua pada putrinya perihal pemuda yang menjadi tambatan hatinya. Supaya nantinya putrinya bahagia dan tidak terlantar, serta menantu itu nantinya bisa menjadi kawan yang dapat diandalkan di waktu terjadi hal-hal yang tidak diingainkan terlebih waktu berperang.<br /><br />Si Boru Natumandi memberitahukan perihal idamannya kepada orang tuanya yakni: “na pat ni gaja tu pat ni hora, pahompu na raja jala anakni na mora do na manopot ibana” (cucu raja serta anak orang kaya yang sedang melamar dia).” Pemuda yang melamar saya adalah pemuda yang baik, berhati bersih, bertanggung jawab dan dia anak raja, kata Siboru Natumandi pada kedua orang tuanya dengan kegembiraan yang terpancar pada pada raut wajahnya. Melihat kegembiraan putrinya itu, kedua orang tuanya tahu bahwa Siboru Natumandi sudah serius menerima lamaran yang datang dari pemuda itu. Kerinduan mereka sudah terpenuhi, sehingga mereka ikut bergembira mendengar kabar tersebut dan mereka berkata: ” ba molo songoni do inang patandahon majo tu hami asa dohot hami mamereng nanaeng ga besirongkap ni tondi mi” (kalau memang seperti itu, pertemukanlah kami padanya, supaya kami dapat melihat pemuda yang menjadi teman hidupmu nanti).<br /><br /><br />Disuatu hari Siboru Natumandi mempertemukan pemuda itu kepada orang tuanya. Sungguh tampan dia, cara berpakaiannya menunjukkan dia keturunan seorang raja yang bersahaja, bentuk badannya seperti “ulubalang”. Tidak berselang beberapa lama, pemuda itu tiba- tiba menghilang bersamaan kedipan mata kedua orang tua Si Boru Natumandi . Tiba- tiba mereka melihat seekor ular keluar dari rumah mereka. “Apa yang terjadi ?” Kata ayah Si Boru Natumandi: “pasada ma roha dohot pikkiran mu amang , jala sonang ma roha muna paborhatton ahu marhamulian tu silomo ni rohakku” (satukan hati dan pikiranmu ayah, relakan hati kalian memberangkatkan saya memilih pemuda yang menjadi teman hidupku nanti). Kedua orang tuanya terdiam tidak bisa berbicara apa-apa, karena Si Boru Natumandi putri yang sangat mereka sayangi dan kasihi.<br /><br />Pada suatu hari, Si Boru Natumandi memberitahukan kepada orang tuanya perihal keberangkatannya dan tentang apa saja yang akan mereka kerjakan setelah dia berangkat dari rumah nanti. Hal-hal yang akan mereka kerjakan dan yang perlu diperhatikan adalah:<br /><br />1. Mereka tidak perlu membuat pesta pemberangkatan, baru setelah 7 hari kemudian baru dibuat pesta yang besar sebab “sinamot” yang akan diberikan cukup besar.<br /><br />2. Seperti sinamot dari pihak laki- laki, mereka akan meninggalkannya di suatu tempat dengan jumlah 7 “ampang”. Sebelum 7 hari 7 malam ampang itu tidak bisa dibuka oleh siapapun.<br /><br />3. Setelah 7 hari 7 malam ampang itu baru bisa dibuka dan didalamnya akan terisi emas, itulah yang menjadi sinamot kami.<br /><br />4. Dalam waktu 7 hari itu setelah kami berangkat, kami akan mengantar “pinahan” untuk dimakan, dan pada waktu pesta itu kami akan mengantar kerbau sebagai “panjuhuti”.<br /><br />5. Tempat tinggal kami nantinya sangat jauh, kalian ikuti saja “sobuan” yang saya jatuhkan mulai dari depan rumah kita. Dimana sobuan itu nantinya berakhir, sampai disitulah kalian mengikuti saya, sebab jalan yang saya lalui harus melalui sebuah gua yang ujungnya sampai ke daerah Toba dan bercabang ke daerah Penabungan.<br /><br />Kedua orang tua si Boru Natumandi hanya diam mendengar semua yang dikatakan putrinya itu. Mereka hanya pasrah dan menyerahkan semuanya kepada “Mulajadi Nabolon“.<br /><br />Setelah tiba waktu keberangkatan Si Boru Natumandi, lalu dia memasak makanan yang lezat mulai dari pagi hari sampai sore hari. Setelah semuanya siap mereka berdua makan bersama, kedua orang tua si Boru Natumandi melihat putrinya sedang makan bersama pemuda yang pernah mereka lihat waktu itu.<br /><br />Sesudah mereka selesai makan, kemudian orang tuanya melihat mereka lagi tetapi si Boru Natumandi dan pemuda itu tidak ada lagi di tempat mereka makan. Lenyap seperti ditelan bumi, orang tuanya melihat makanan yang tersaji itu tidak berkurang sedikitpun dan sudah dingin seperti sudah lama ditinggalkan.<br /><br />Pagi-pagi buta, ibu Si Boru Natumandi bangun bersama ibu-ibu lain melihat sobuan tersebut dan mengikutinya seperti yang di pesankan Si Boru Natumandi pada ibunya. Mereka mengikuti sobuan itu hingga sampai di depan mulut sebuah gua yang berada di tepi Aek Situmandi dekat aek rangat. Mereka memberanikan diri memasuki gua tersebut, tetapi karena terlalu gelap mereka memutuskan untuk tidak meneruskannya terlalu dalam lagi. Mereka pulang dan memberitahukan kejadian tersebut. Kabar itu langsung tersebar di seluruh Lembah Silindung.<br /><br />Setelah matahari terbit dari atas Dolok Siatas barita, sampailah ke huta itu beberapa ekor “aili” yang besar-besar dan gemuk. Sepertinya ada yang menyuruh mereka turun dari hutan menuju Dolok Siatas Barita. Semua aili itu jinak dan tidak meronta sewaktu ditangkap dan disembelih oleh orang-orang kampung untuk digunakan pada acara pesta. Seperti itulah terus menerus aili turun dari hutan di atas Dolok Siatas Barita selama 7 hari, sampai-sampai semua orang yang datang ke acara pesta itu membawa sebagian dagingnya ke kampung masing-masing.<br /><br />Mungkin sudah kemauan Tuhan Yang Maha Esa, sebab sebelum digenapi 7 hari 7 malam beberapa orang dari keluarga dekat si Boru Natumandi secara diam-diam mengintip isi ampang itu. Padahal Siboru Natumandi sudah memberitahukan bahwa ampang itu tidak bisa di buka oleh siapapun sebelum tergenapi hari yang dijanjikannya. Mereka melihat isi ampang itu hanya sobuan yang sudah mulai menggumpal seperti emas di dalamnya.<br /><br />Setelah kejadian itu,ayah dan ibu Si Boru Natumandi bermimpi. Mereka didatangi putrinya dan memberitahukan bahwa sudah ada yang melihat ampang yang telah dipesannya itu. Ampang dan isinya sudah hambar sebab pesannya sudah dilanggar.<br /><br />Melihat semua kejadian yang menimpa keluarga dan putrinya, maka raja tersebut mengumpulkan semua raja-raja, tua-tua kampung dan semua penduduk Hutabarat berkumpul “martonggo” ke Mulajadi Na Bolon “Tung naso jadi ma Boru Hutabarat nauli molo marhasohotan tu “Ulok” (Tidak akan pernah ada lagi boru Hutabarat yang cantik rupawan kalau jadinya kawin sama ular).<br /><br />Disini kami menegaskan bahwa asumsi masyarakat selama ini tentang si Boru Natumandi (semua boru Hutabarat saat ini) yang sombong adalah salah, dimana menurut cerita selama ini bahwa secantik apapun boru Hutabarat pasti ada cacatnya. Banyak marga Hutabarat membeberkan hal tersebut, tetapi perlu digaris bawahi itu terjadi bukan karena kesombongan namun karena sumpah leluhurnya tersebut.<br /><br />Namun semua itu dikembalikan kepada penilaian kita masing-masing, kalau kita tinjau dari segi agama mungkin sangat bertolak belakang. Agama pada dasarnya membenarkan suatu kejadian yang benar-benar terjadi bukan rekaan. Kita bisa membacanya dari kitab yang kita yakini sesuai dengan agama yang kita anut. Tetapi walaupun demikian kita tidak bisa menyalahkan budaya Batak terutama pada zaman dahulu. Zaman dahulu masyarakat Silindung masih mempercayai legenda atau cerita rakyat yang bersifat anonim bukan hanya cerita “Si Boru Natumandi”, masih ada legenda lainnya yang dipercayai orang Batak seperti “Terjadinya Danau Toba di Samosir”. Sedangkan zaman sekarang yang diperlukan adalah perkembangan sumber daya manusia (pendidikan/keterampilan) berdasarkan moral religius dan etika. Oleh karena itu, dari segi agama maupun budaya kita bisa memilah mana yang bisa kita terima secara logika.<br /><br />Glossary:<br />[1] Sipelebegu, orang kafir, pemuja nenek moyang, penyembah arwah<br /><br />[2] Sumber mengatakan Raja itu bernama Raja Ama Natidar. Raja Ama Natidar mempunyai 2 orang putra yaitu: Raja Natidar dan Tuan Jabut serta seorang putri yang cantik rupawan yang bernama Si Boru Natumandi<br /><br />[3] Huta, desa, kota; marhuta, berkediaman di kampung; marhuta sada, berjalan-jalan, tidak tinggal di kampung, keluar kota, bepergian; huta sabungan, ibu kota, kampung induk; parhutaan, pemukiman, perkampungan; pardihuta, bini, isteri, yang bertugas di desa, (lawan parbalian); tarhuta, diketahui orang didesa bahwa orang berutang banyak; marhutahuta, mainan anak-anak bangun kampung-kampungan; raja hutam sesepuh kampung; Huta Raja, Huta Talun, Huta Pea, nama desa, nama kampung. Sumber mengatakan kampung itu bernama Banjar Nahor. Tahun 1985 kampung itu berganti nama menjadi Banjar Nauli. Hanya ada 2 kampung pada masa itu yakni Hutabagasan dan Banjar Nahor<br /><br />[4] Aek Situmandi. Nama sebuah sungai di daerah Hutabarat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Bentuk sungai sudah besar dan jalurnya sudah berubah.<br /><br />[5] Pele kata dasar, mamele, umpele, menyajikan, mempersembahkan sajian, kurban kepada dewata atau roh; mamelehon, mempersembahkan sebagai kurban; pelean, persembahan, kurban sajian; mamele begu, memberi persembahan kepada nenek moyang, kepada roh-roh, menyembah roh; sipelebegu, orang kafir, pemuja nenek moyang, penyembah arwah. Dahulu Dolok Siatas Barita adalah tempat Penyembahan keturunan Guru Mangaloksa.<br /><br />[6] Dolok Parsaktian.Dolok, gunung, pegunungan; dolokdolok, bukit, perbukitan; pardolok, penduduk gunung, juga: terletak di gunung; pardolohan, pegunungan.Di daerah Toba ada juga Dolok yang sama seperti Dolok Siatas Barita yang dijadikan masyarakat Balige dan sekitarnya menjadi tempat pamelean mereka yaitu Dolok Tolong<br /><br />[7] Sopo, lumbung padi, di bawah atap disimpan padi, di ruang terbuka tempat menerima tamu serta tempat mengadakan pertemuan, di atas juga tidur para pemuda.<br /><br />[8] Ulubalang. Kata dasar Ulu, kepala; ulu ni timbaho, ujung lempeng tembakau yang paling enak rasanya; ulu ni rihit, gosong, busung pasir; P.B.: madungdung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, molo mardomu angka na bolon, adong do ulu buaton, bambu besar menyentuh bambu kecil, manakala orang-orang besar bertemu pasti akan ada korban; manguluhon, memimpin perkara; pangulu, penengah antara dua pihak; pangulului, telah melihat setengah jalan (matahari); na pangului, jam 09.00 pagi; ulubalang, hulubalang, pendekar; ulubalang ari = hasiangan on;pangulubalang, patung kecil yang dipuja yang dimasukkan sedikit pupuk; hauluan = haulian = ulu, hauluan, tanda”i” dalam tulisan Batak: juga haulian; paulubalanghon, disewa sebagai hulubalang[1] Sinamot. Mas Kawin[1] Ampang, bakul yang dianyam di bawah, berbentuk empat segi dan di atas bundar, juga dipakai sebagai takaran beras atau padi; parampangan, bakul besar dimana di dalamnya disimpan bakul-bakul kecil; na marampang na marjual, = na marpatik na maruhum, seseorang yang memakai takaran dengan baikhendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-1618141063395513212010-07-18T22:46:00.000-07:002010-07-18T22:47:15.873-07:00Turi-turian Putri Nai ManggaleLEGENDA PUTRI NAI MANGGALE<br /><br />Pada suatu hari Raja Panggana yang terkenal pandai memahat dan mengukir mengadakan pengembaraan keliling negeri. Untuk biaya hidupnya, Raja Panggana sering memenuhi permintaan penduduk untuk memahat patung atau mengukir rumah. Walaupun sudah banyak negeri yang dilaluinya dan banyak sudah patung dan ukiran yang dikerjakannya, masih terasa padanya sesuatu kekurangan yang membuat dirinya selalu gelisah.<br /><br />Untuk menghilangkan kegelisahannya, ia hendak mengasingkan diri pada satu tempat yang sunyi. Di dalam perjalanan di padang belantara yang penuh dengan alang-alang ia sangat tertarik pada sebatang pohon tunggal yang hanya itu saja terdapat pada padang belantara tersebut. Melihat sebatang pohon tunggal itu Raja Panggana tertegun. Diperhatikannya dahan pohon itu, ranting dan daunnya. Entah apa yang tumbuh pada diri Raja Panggana, ia melihat pohon itu seperti putri menari. Dikeluarkannya alat-alatnya, ia mulai bekerja memahat pohon itu menjadi patung seorang putri yang sedang menari. Ia sangat senang, gelisah hilang. Sebagai seorang seniman ia baru pernah mengagumi hasil kerjanya yang begitu cantik dan mempesona. Seolah-olah dunia ini telah menjadi miliknya. Makin dipandangnya hasil kerjanya, semakin terasa pada dirinya suatu keagungan.<br /><br />Pada pandangan yang demikian, ia melihat patung putri itu mengajaknya untuk menari bersama. Ia menari bersama patung dipadang belantara yang sunyi tiada orang. Demikianlah kerja Raja Panggana hari demi hari bersama putri yang diciptakannya dari sebatang kayu. Raja Panggana merasa senang dan bahagia bersama patung putri. Tetapi apa hendak dikata, persediaan makanan Raja Panggana semakin habis. Apakah gunanya saya tetap bersama patung ini kalau tidak makan ? biarlah saya menari sepuas hatiku dengan patung ini untuk terakhir kali. Demikian Raja Panggana dengan penuh haru meninggalkan patung itu. dipadang rumput yang sunyi sepi tiada berkawan. Raja Panggana sudah menganggap patung putri itu sebagian dari hidupnya.<br /><br />Berselang beberapa hari kemudian, seorang pedagang kain dan hiasan berlalu dari tempat itu. Baoa Partigatiga demikian nama pedagang itu tertegun melihat kecantikan dan gerak sikap tari patung putri itu. Alangkah cantiknya si patung ini apabila saya beri berpakaian dan perhiasan. Baoa Partigatiga membuka kain dagangannya. Dipilihnya pakaian dan perhiasan yang cantik dan dipakaikannya kepada patung sepuas hatinya.<br /><br />Ia semakin terharu pada Baoa Partigatiga belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik itu. dipandanginya patung tadi seolah-olah ia melihat patung itu mengajaknya menari. Menarilah Baoa Partigatiga mengelilingi patung sepuas hatinya. Setelah puas menari ia berusaha membawa patung dengannya tetapi tidak dapat, karena hari sudah makin gelap, ia berpikir kalau patung ini tidak kubawa biarlah pakaian dan perhiasan ini kutanggalkan. Tetapi apa yang terjadi, pakaian dan perhiasan tidak dapat ditanggalkan Baoa Partigatiga. Makin dicoba kain dan perhiasan makin ketat melekat pada patung. Baoa Partigatiga berpikir, biarlah demikian. Untuk kepuasan hatiku baiklah aku menari sepuas hatiku untuk terakhir kali dengan patung ini. Iapun menari dengan sepuas hatinya. Ditinggalkannya patung itu dengan penuh haru ditempat yang sunyi dan sepi dipadang rumput tiada berkawam.<br /><br />Entah apa yang mendorong, entah siapa yang menyuruh seorang dukun perkasa yang tiada bandingannya di negeri itu berlalu dari padang rumput tempat patung tengah menari. Datu Partawar demikian nama dukun. Perkasa terpesona melihat patung di putri. Alangkah indahnya patung ini apabila bernyawa. Sudah banyak negeri kujalani, belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik ini. Datu Partawar berpikir mungkin ini suatu takdir. Banyak sudah orang yang kuobati dan sembuh dari penyakit. Itu semua dapat kulakukan berkat Yang Maha Kuasa.<br /><br />Banyak cobaan pada diriku diperjalanan malahan segala aji-aji orang dapat dilumpuhkan bukan karena aku, tetapi karena ia Yang Maha Agung yang memberikan tawar ini kepadaku. Tidak salah kiranya apabila saya menyembah Dia Yang Maha Agung dengan tawar yang diberikannya padaku, agar berhasil membuat patung ini bernyawa. Dengan tekad yang ada padanya ini Datu Partawar menyembah menengadah keatas dengan mantra, lalu menyapukan tawar yang ada pada tangannya kepada patung. Tiba-tiba halilintar berbunyi menerpa patung. Sekitar patung diselimuti embun putih penuh cahaya.<br /><br />Waktu embun putih berangsur hilang nampaklah seorang putri jelita datang bersujud menyembah Datu Partawar. Datu Partawar menarik tangan putri, mencium keningnya lalu berkata : mulai saat ini kau kuberi nama Putri Naimanggale. Kemudian Datu Partawar mengajak Putri Naimanggale pulang kerumahnya. Konon kata cerita kecantikan Putri Naimanggale tersiar ke seluruh negeri. Para perjaka menghias diri lalu bertandang ke rumah Putri Naimanggale. Banyak sudah pemuda yang datang tetapi belum ada yang berkenan pada hati Putri Naimanggale.<br /><br />Berita kecantikan Putri Naimenggale sampai pula ketelinga Raja Panggana dan Baoa Partigatiga. Alangkah terkejutnya Raja Panggana setelah melihat Putri Naimanggale teringat akan sebatang kayu yang dipahat menjadi patung manusia. Demikian pula Baoa Partigatiga sangat heran melihat kain dan hiasan yang dipakai Putri Naimanggale adalah pakaian yang dikenakannya kepada Patung, Putri dipadang rumput. Ia mendekati Putri Naimanggale dan meminta pakaian dan hiasan itu kembali tetapi tidak dapat karena tetap melekat di Badan Putri Naimanggale. Karena pakaian dan hiasan itu tidak dapat terbuka lalu Baoa Partigatiga menyatakan bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Raja Panggana menolak malahan balik menuntut Putri Naimanggale adalah miliknya karena dialah yang memahatnya dari sebatang kayu.<br /><br />Saat itu pula muncullah Datu Partawar dan tetap berpendapat bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Apalah arti patung dan kain kalau tidak bernyawa. Sayalah yang membuat nyawanya maka ia berada di dalam kehidupan. Apapun kata kalian itu tidak akan terjadi apabila saya sendiri tidak memahat patung itu dari sebatang kayu. Baoa Partigatiga tertarik memberikan pakaian dan perhiasan karena pohon kayu itu telah menajdi patung yang sangat cantik. Jadi Putri Naimanggale adalah milik saya kata Raja Panggana. Baoa Partigatiga balik protes dan mengatakan, Datu Partawar tidak akan berhasrat membuat patung itu bernyawa jika patung itu tidak kuhias dengan pakaian dan hiasan. Karena hiasan itu tetap melekat pada tubuh patung maka Raja Partawar memberi nyawa padanya. Datu Partawar mengancam, dan berkata apalah arti patung hiasan jika tidak ada nyawanya ? karena sayalah yang membuat nyawanya, maka tepatlah saya menjadi pemilik Putri Naimanggale.<br /><br />Apabila tidak maka Putri Naimanggale akan kukembalikan kepada keadaan semula. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula jika tidak menjadi miliknya. Demikianlah pertengkaran mereka bertiga semakin tidak ada keputusan. Karena sudah kecapekan, mereka mulai sadar dan mempergunakan pikiran satu sama lain. Pada saat yang demikian Datu Partawar menyodorkan satu usul agar masalah ini diselesaikan dengan hati tenang didalam musyawarah. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mulai mendengar kata-kata Datu Partawar. Datu Partawar berkata : marilah kita menyelesaikan masalah ini dengan hati tenang didalam musyawarah dan musyawarah ini kita pergunakan untuk mendapatkan kata sepakat. Apabila kita saling menuntut akan Putri Naimanggale sebagai miliknya saja, kerugianlah akibatnya karena kita saling berkelahi dan Putri Naimanggale akan kembali kepada keadaannya semula yaitu patung yang diberikan hiasan. Adakah kita didalam tuntutan kita, memikirkan kepentingan Putri Naimanggale? Kita harus sadar, kita boleh menuntut tetapi jangan menghilangkan harga diri dan pribadi Putri Naimanggale. Tuntutan kita harus kita dasarkan demi kepetingan Putri Naimanggale bukan demi kepentingan kita. Putri Naimanggale saat sekarang ini bukan patung lagi tetapi sudah menjadi manusia yang bernyawa yang dituntut masing-masing kita bertiga. Tuntutan kita bertiga memang pantas, tetapi marilah masing-masing tuntutan kita itu kita samakan demi kepentingan Putri Naimanggale.<br /><br />Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mengangguk-angguk tanda setuju dan bertanya apakah keputusan kita Datu Partawar ? Datu Partawar menjawab, Putri Naimanggale adalah milik kita bersama. Mana mungkin, bagaimana kita membaginya. Maksud saya bukan demikian, bukan untuk dibagi sahut Datu Partawar. Demi kepentingan Putri Naimanggale marilah kita tanyakan pendiriannya. Mereka bertiga menanyakan pendirian Putri Naimanggale. Dengan mata berkaca-kaca karena air mata, air mata keharuan dan kegembiraan Putri Naimanggale berkata : “Saya sangat gembira hari ini, karena kalian bertiga telah bersama-sama menanyakan pendirian saya.<br /><br />Saya sangat menghormati dan menyayangi kalian bertiga, hormat dan kasih sayang yang sama, tiada lebih tiada kurang demi kebaikan kita bersama. Saya menjadi tiada arti apabila kalian cekcok dan saya akan sangat berharga apabila kalian damai. Mendengar kata-kata Putri Naimanggale itu mereka bertiga tersentak dari lamunan keakuannya masing-masing, dan memandang satu sama lain. Datu Partawar berdiri lalu berkata : Demi kepentingan Putri Naimanggale dan kita bertiga kita tetapkan keputusan kita :<br />a. Karena Raja Panggana yang memahat sebatang kayu menjadi patung, maka pantaslah ia menjadi Ayah dari Putri Naimanggale. SUHUT<br />b. Karena Baoa Partigatiga yang memberi pakaian dan hiasan kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Amangboru dari Putri Naimanggale. BORU<br />c. Karena Datu Partawar yang memberikan nyawa dan berkat kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Tulang dari Putri Naimanggale. HULA-HULA<br />Mereka bertiga setuju akan keputusan itu dan sejak itu mereka membuat perjanjian, padan atau perjanjian mereka disepakati dengan :<br /><br />Pertama, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar akan menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dan mungkin terjadi dengan jalan musyawarah.<br />Kedua, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale dan turunannya kelak, Putri Naimanggale dan turunannya harus mematuhi setiap keputusan dari Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar.<br /><br />Demikian legenda PUTRI NAI MANGGALE yang menggambarkan (turi-turian) asal muasal DALIHAN NA TOLU didalam kekerabatan Batak.<br />Dari cerita tersebut, bahwa hakikat DNT adalah musyawarah untuk menyelesaikan masalah demi kebaikan orang yang dikasihi dalam hal ini PUTRI NAI MANGGALEhendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-36997213521855184922010-07-18T22:41:00.000-07:002010-07-18T22:45:03.121-07:00Turi-turian Suku BatakTuri-turian Sipiso Nasumalim<br /><br />Bege hamu majolo hupatorang sada turi-turian namasa di<br />sada luat na margoar Luat Habinsaran di tano Batak,<br />ima na margoar: Turi-turian ni si Piso Sumalim<br /><br />Ia si Piso Sumalim ima sada anak ni raja, ditingki di<br />bortian dope ibana nunga ditinggalhon amangna ibana<br />ala naung marujung ngolu. Dung sorang ibana dibaen<br />inongna ma ibana margoar si Piso Sumalim.<br /><br />Dung marumur ibana di haposoon, tubuma dirohana asa<br />mangalap boru ibana. Songon hasomalan di halak Batak,<br />ingkon luluanna ma boru ni tulangna parjolo. Molo<br />adong do, ingkon do usahahononna laho donganna saripe.<br />Alani i tubu ma dipingkiranna laho manungkun inana<br />manang na didia do huta ni tulangna. Dung disungkun<br />ibana inana i dia do huta ni tulangnai,<br />roma alus ni inanai mandok, ‘ueee… anak hasian anggo<br />tulangmu ndang adong, na mapultak sian bulu do ahu<br />madedek sian langit’.<br />Jadi dung songoni alus ni inanai gabe tarsonggot jala<br />longang ma si Piso Sumalim umbegesa i. Gabe loja ma<br />ibana mamingkiri hatai huhut dipahusor-husor di<br />bagasan rohana ala ndang masuk tu rohana jolma<br />mapultak sian bulu manang madekdek sian langit. Alani<br />i ndang sonang rohana ia so dipaboa inanai huta ni<br />tulangna. Dungi didokma mandok inanai, ‘ndang dung<br />dope hea hubege adong jolma na mapultak sian bulung<br />manang na madekdek sian langit. Molo ndang olo ho do<br />inang pabotohon didia do da tulang, ba olo ma ahu gabe<br />tu pandelean’. Alani i disuru innaima ibana borhat<br />dohot hatobanna namargoar si Tangkal Tabu mangalului<br />huta ni tulangnai tu luat Pahae. Di lehon ma dohot<br />sada hoda asa adong hundul-hundulan ni si Piso Sumalim<br />dohot balanjo saleleng di pardalanan.<br /><br />Dung borhat si Piso Sumalim dohot hatobanna si Pangkal<br />Tabu, tung mansai loja do dihilala nasida namanjalahi<br />hutani tulangnai alanai daona. Di tongan dalan jumpang<br />nasida ma sada batang aek namansai tio. Didokma asa<br />maridi nasida di batang aek i. Alai didokma tu<br />hatobannai asa parpudi si Tangkal Tabu maridi, asa<br />adong manjaga pangkean ni si Piso Sumalim di tingki<br />maridi ibana. Dung sahat di paridian i si Piso<br />Sumalim, di bungka si Tangkal Tabu ma pangkean hatoban<br />sian dagingna jala dipangke ma pangkean ni si Piso<br />Sumalim ditiop ma dohot podangna.<br /><br />Dung sae maridi si Piso Sumalim di bereng ibana ma<br />naung di pangke si Tangkal Tabu abitna dohot podang<br />nai. Jadi didokma mandok si Tangkal Tabu, ‘boasa<br />pangkeonmu paheanku?’ dungi roma hata ni si Tangkal<br />Tabu, “saonari ahu nama Raja jala homa gabe hatobanku.<br />Molo ndang olo ho, ba podang onma hubahen pamatehon<br />ho’. Alanii gabe oloma si Piso Sumalim mamangke pahean<br />ni hatobanna i. Jala naso jadi paboaon ni si Piso<br />Sumalim tu manang ise di bagasan parjanjiian nasida.<br />Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si<br />ose padan tu ripurna tu magona. Dung sae nasida<br />marpadan, borhat ma nasida. Gabe si Tangkal Tabu ma<br />hundul di ginjang ni hoda i mangihuthon mardalan.<br />Dang sadia leleng, dungi sahat nasida tu huta ni<br />tulang ni si Piso Sumalim songon naung tinonahon ni<br />inani si Piso Sumalim.<br /><br />Jadi dung pajumpang nasida, disungkun tulangnaima<br />nasida, ise do hamu umbahen na<br />dohononmu ahu tulang mu?’ didokma mangalusi, ‘ na sian<br />huta habinsaran do hami Tulang’. ‘Molo songoni, ba<br />tubu ni ise ma ho sian habinsaran?’ ala ndang diboto<br />si Tangkal Tabu mangalusi gabe si Piso Sumalim ma<br />mangalusi, ‘tubu ni boru tompul sopurpuron ompung’.<br />Dung didok songoni, gabe di haol tulangna ma si<br />Tangkal Tabu jala laon diboan tu jabu.<br />Alai anggo si Piso Sumalim di bara ni pinahan do ibana<br />dibaen. Dungi di suru tulangna ni si Piso Sumalim ma<br />parsondukna mangobasi sipanganon. Molo si panganon ni<br />si Tangkal Tabu di jabu tung mansai tabo ma dihilala<br />ibana Alana sohea di dai ibana sipanganon nasongoni,<br />jala tung sudado dibaen ibana sude sipanganoni. Alai<br />anggo sipanganon ni si Piso Sumalim di bara ni pinahan<br />sipanganon ni hatoban do di baen marsampur jagung.<br />Alai dipilliti si Piso Sumalim do indahan i<br />panganonna, anggo angka jagung i di pasombu ibana<br />ndang dipangan. Dung sae nasida mangan,<br />sungkun-sungkun ma roha ni tulang ni si Piso Sumalim.<br />Alana tung so adong do na tinggal di baen si Tangkal<br />Tabu si panganon i.<br /><br />Jala si Piso Sumalim ndang diallang jagung. Dung dapot<br />bodarina, roma tulang ni si Piso Sumalim mandok ‘molo<br />laengku nahinan malo do marhasapi. Jadi dilean tulang<br />ni si Piso Sumalim ma paluon ni si Tangkal Tabu hasapi<br />laos dijalo ibana ma huhut di endehon songonon:<br /><br />“Reng reng reng nagau ninna hasapingkon<br />Aut adong nian godang tinutung,<br />Butong ma nian butuhangkon.”<br /><br />Sai mulahulak ma songoni di endehon si Tangkal Tabu.<br />Alai ndang tabo begeon ni pinggol ni angka naumbegesa,<br />gabe disuru tulang ni si Piso Sumalim ma asa dipaso<br />soara ni hasapi dohot endenai. Dungi di jou ma si Piso<br />Sumalim sian bara ni pinahan i laos di sungkun ma,<br />‘boha ia ho Tangkal Tabu diboto ho do marhasapi?<br />Alusna ‘huboto do ompung’. ‘Antong paluma hasapi on<br />molo na diboto hodo!’ Jadi dipalu si Piso Sumalim ma<br />hasapi i laos huhut ma ibana mangandungkon sada ende<br />nalungun. Ala ni tabonai andungna dohot soara ni<br />hasapi nai, gabe sudema naumbegesa tarpodom. Dung<br />dungo manogotnai sian podomanna, tamba longangma<br />rohani tulang ni si Piso Sumalim mamingkiri haroro ni<br />berenai.<br /><br />Di nasahali disuru tulang ni si Piso Sumalim ma si<br />Tangkal Tabu borhat marmahan horbo tu parjampalan,<br />alai sude horbo na pinarmahan ni si Tangkal Tabu<br />manunda tu angka suan-suanan ni halak jala pola do<br />manjalo hata tulang ni si Piso Sumalim hinorhon ni<br />panunda ni horbonai na tung mansegai angka suan-suanan<br />na diladang. Dungi marsak ma tulangna mamereng<br />parniulaan ni si Tangkal Tabu laos disuruma si Piso<br />Sumalim borhat laho marmahan manggantihonsa.<br />Diparmahanan tubu do halongangan marnida si Piso<br />Sumalim, ai holan na hundul do ibana alai sude horbo<br />na pinarmahanna menak, sung so adong na manunda tu<br />suan-suanan ni halak. Alai nang pe songoni, tung so<br />lulu-lulu do roha ni tulang na aha do namasa<br />tuberenai. Disada tingki toho dibodarina dinalaho<br />modom ma angka jolma, mangandung ma si Piso Sumalim<br />sian toruni bara podomanna i , ia soara ni andungna<br />songonon ma:<br /><br />“Pak…pak…pak……<br />Ninna hapak-hapak on….<br />Timbo dolok Martimbang<br />Boi di ranap datulang on<br />Ia ahu anak berena<br />So diboto datulang on .”<br /><br />Nang pe adong andung-andung ni berena di toru barai,<br />tong do ndang diboto tulangna i namasai. Dungi di<br />sorang ni ari manogotnai, disuru ma muse si Tangkal<br />Tabu laho maninggala hauma. Alai diparniulaan ni si<br />Tangkal Tabu gabe ditinggal ma hauma i rap dohot sude<br />nasa gadu-gadu ni hauma i, patusega jala paturongrong<br />ma sude hauma na tininggalanai. Jadi lam tamba ma<br />arsak ni tulang ni Si Piso Sumalim marnida namasai.<br />Dungi disuruma si Piso Sumalim maninggala huhut<br />mardongan muruk dohot jut ni roha hinorhon ni naung<br />patusega sude hauma ni tulang ni si Piso Sumalim. Alai<br />tung halongangan bolon do, ai hundul do si Piso<br />Sumalim di atas ni tinggala i, gabe boi do mulak<br />denggan sude hauma ni tulangnai.<br /><br />Disada tingki dinamodom inang ni si Piso Sumalim<br />songgot ma ro tu parnipionna taringot tu pangalaho na<br />niulahon ni si Tangkal Tabu tu anakkonna si Piso<br />Sumalim. Alani bonos ni rohana, disuruma sada hoda na<br />bontar laho manaruhon pahean si Piso Sumalim tu huta<br />ni ibotona rap dohot sada surat na disurathon di<br />sambuhu bulu. Songonon ma isina:<br /><br />“Ito….., hu tongos do dison pahean ni berem, molo tusi<br />di lehon hoda on pehean on, ido berem. Alai molo<br />mangalo do hoda on dang olo mangalehon pahean on, ido<br />hatoban.”<br /><br />Di sogot ni ari, di ida tulang nai ma ro sada hoda<br />bontar, alai sungkun-sungkun do roha ni rajai, aha do<br />nuaeng namasa. Dungi didapothon ma hoda i, jala diida<br />adong surat laos di jaha ma. Dungi disuruma si Tangkal<br />Tabu parjolo mambuat pahean nabinoan ni hodai. Alai<br />disi dibuat si Tangkal Tabu abit sian hoda i, manigor<br />di tambik hoda ima si Tangkal Tabu laos balik. Dungi<br />disuru ma muse si Piso Sumalim mambuat pahean sian i,<br />alai tung denggan do dipasahat hodai tu ibana.<br /><br />Dung songoni, tarrimas ma roha ni tulang ni si Piso<br />Sumalim marnida na masai, laos di sungkun tulangnaima<br />si Tangkal Tabu huhut marsoara na gogo: Ise do<br />nasasintongna jala boasa diulahon ho na songoni tu<br />berengkon?”<br />Jadi didok si Tangkal Tabu ma alusna songon on:<br /><br />Sian gampang tu gompung<br />Sian damang tu daompung<br />Dang hea dope raja,<br />Ba nanggo apala songoni dalanna<br />Asa hea ahu raja.<br /><br />Di natarrimas tulang ni si Piso Sumalim, naung di<br />paoto-oto berena si Piso Sumalim rap dohot tulangna,<br />didabuhon ma uhum tu si Tangkal Tabu, dipapodom ma<br />ibana gabe sidege-degeon ni nasa jolma naro tu bagas<br />ni tulangnai, jala sidege-degeon ni nasa jolma na ruar<br />siang bagas ni tulang nai. Tung mansai hansit do uhum<br />nabinahen ni tulang ni si Piso Sumalim tu si Tangkal<br />Tabu pangoto-otoi i .<br /><br />Di laon-laon niari, hundul si Piso Sumalim di sada<br />inganan, tung mansai lungun rohana naeng mulak tu huta<br />ni inana. Laos didok ma tu tulangna asa mualk ibana<br />laho manjumpangi inana. Dungi dijou si Piso Sumalim ma<br />sada hoda laho hundulanna, laoes dinangkohi ibana ma<br />hodai. Alai di nalaho borhat si Piso Sumalim, hatop ma<br />maringkat boru ni tulangna mandapothon si Piso Sumalim<br />jala mamintor nangkok tu hodani anakni namborunai.<br />Jadi hatopma disuru si Piso Sumalim maringkat hodana<br />laho mangaluahon boru ni tulangnai bahen parsonduk<br />bolonna, laos dinasadari I borhatma nasida tu hutani<br />inani si Piso Sumalim.<br /><br />Harimpunanna:<br />Molo tung pe adong hamoraon dohot hasangapon di sada<br />jolma, naso jadi silatean.<br />Jala molo tung pe adong jolma na pogos jala na lea,<br />tung so jadi martahi na jahat.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-43582330704322193772010-07-18T22:32:00.000-07:002010-07-18T22:35:38.568-07:00Poda SipaingotUmpama Poda(nasehat),Pinsang-Pinsang dohot hata apul-apul di Halak batak<br /><br />PODA<br /><br />1 Pantun hangoluan tois hamagoan.<br />2 Seang do tarup ijuk soada langge panoloti, seang do sipaingot so adong na mangoloi.<br />3 Unang marhandang na buruk, unang adong solotan sogot, unang marhata na juruk unang adong solsolan marsogot.<br />4 Tinallik dulang tampak dohot aekna. Pinungka hata (ulaon) unang langlang di tagetna.<br />5 Unang sinuan padang di ombur-ombur, unang sinuan hata nagabe humondur-hondur.<br />6 Anduhur pidong jau sitangko jarum pidong muara, gogo sibahen na butong tua sibahen na mamora, roha unang soada.<br />7 Aek dalan ni solu sian tur dalan ni hoda, gogo mambahen butong, tua sibahen mamora.<br />8 Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na losok mangula jadian rapar mangan.<br />9 Anduhur pidong toba siruba-ruba pidong harangan, halak na padot mangula ido na bosur mangan.<br />10 Singke di ulaon sipasing di baboan, tigor hau tanggurung burju pinaboan-boan.<br />11 Pauk ni Aritonang pauk laho mangula, burju pinaboan-boan dongan sarimatua.<br />12 Hotang-hotang sodohon ansimun sibolaon, hata-hata sodohonon sitongka paboaboaon.<br />13 Handang niaithon na dsua gabe sada, niantan pargaiton unang i dalan bada.<br />14 Hori sada hulhulan bonang sada simbohan, tangkas ma sinungkun nanget masipadohan.<br />15 Ijuk di para-para hotang di parlabian, na bisuk nampuna hata na oto tu pargadisan.<br />16 Hotang do paninaran hadang-hadangan pansalongan.<br />17 Bogas ni Gaja Toba tiur do di jolo rundut do di pudi , bogas ni Raja Toba tiur do di jolo tota dohot di pudi.<br />18 Dang sibahenon dangka-dangka dupang-dupang, dang sibahenon hata margarar utang.<br />19 Sinuan bulu di parbantoan dang marganda utang molo pintor binahonan.<br />20 Sinuan bulu di parbantoan sai marganda do utang na so binahonan.<br />21 Niduda bangkudu sada-sada tapongan, sai marganda lompit do utang ia so jalo-jalo binahonan.<br />22 Manggual sitindaon mangan hoda sigapiton, tu jolo nilangkahon tu pudi sinarihon.<br />23 Langkitang gabe hapur, nahinilang gabe mambur.<br />24 Molo duri sinuan duri ma dapoton. Ia bunga sinuan bunga ma dapoton, ia naroa sinuan naroa ma dapoton.<br />25 Jolo marjabu bale-bale asa marjabu sopo, jolo sian na tunggane asa tu naumposo molo makkuling natunggane manangi ma naumposo.<br />26 Ingkon manat marpiu tali, ingkon pande marjalin bubu, ingkon manat mangula tahi, ingkon pande mangula uhum.<br />27 Masihurha manukna unang teal buriranna, masiajar boruna unang suda napuranna.<br />28 Tuit sitara tuit tuit pangalahona, natuit anak i mago horbona, molo natuit boru mago ibotona.<br />29 Siala il siala ilio, utang juma disingir di halak namalo, singir jadi utang di halak na so malo.<br />30 Magodang aek bila, ditondong aek hualu, mago sideak bibir dibahen pangalualu.<br />31 Santopap bohi sanjongkal andora, ndang diida mata alai diida roha.<br />32 Anduhur pidong jau sitapi-tapi pidong toba, binuat roha jau pinarroha roha toba.<br />33 Gala-gala nasa botohon , manang beha pe laga adong do hata naso boi dohonon.<br />34 Pir eme di lobongan ndang guguton, uli pe paniaran ni dongan ndang langkupon.<br />35 Ndang tuk-tuhan batu dakdahan simbora, ndang tuturan datu ajaran na marroha.<br />36 Songon parsege-sege so seang, sapala seang, seang dohot bota-botana.<br />37 Naihumarojor bola hudonna, naihumalaput tata indahanna.<br />38 Pege sangkarimpang halas sahadang-hadangan, rap mangangkat tu ginjang, rap manimbung tutoru halak namarsapanganan.<br />39 Tinutu gambiri angkup ni sera-sera, pinatonggor panaili, unang hu roha ni deba.<br />40 Unang songon parmahan ni sunggapa, dihuta horbona dibalian batahina, mago dibahen rohana pidom dibahen tondina.<br />41 Sitapi uruk sitapi dibalunde, tu dolok pe uruk tu toruan tong ene, ai aha so uruk sai jalo do pinaune-une.<br />42 Sinintak hotor-hotor, humutur halak-halak asing do timbang dongan asing timbang halak.<br />43 Mimbar tungkap ni tuak, mimbar do nang daina, muba laut, muba do ugarina.<br />Muba dolok, muba duhutna, muba luat muba do uhumna.<br />44 Manghuling bortung di topi ni binanga, adong do songon ogung sipatudu luhana.<br />45 Rigat-rigat ni tangan ndang laos rigathonon, rigat-rigat ni hata ndang laos ihuthononton.<br />46 Talaktak siugari, ibana mambahen, ibana mamburbari .<br />47 Hauma sitonang panjangkitan ni langkitang, sai pidom do jolma na olo marhilang.<br />48 Ndang tarhindat gaor-gaor ni hudon, ndang tarsoluk harajaon hasuhuton.<br />49 Tanduk ni ursa mardangka-dangka suhut di hasuhutonna raja marhata-hata.<br />50 Tanduk ni ursa margulu-gulu salohot benge. (na so dohot pe diboto aha namasa)<br />51 Pansur tandiang di rura ni aek puli, na pantun marroha/marina ido tiruan nauli.<br />52 Martaguak manuk di toruni bara ruma, napantun marnatoras, ido halak namartua.<br />53 Habang ambaroba paihut-ihut rura, sapala naung ni dohan, unang pinauba-uba.<br />54 Pasuda-suda arang so himpal bosi. (patua-tua daging pasuda-suda gogo.)<br />55 Holi-holi sangkalia, sai marhormat do langkani ama mida tangan ni ina.<br />56 Masuak ranggas di degehon Sinambela, molo tung i nama dibuat nasoala, nanggo torang diboto deba.<br />57 Bosi marihur tinopa ni anak lahi, matana tinallikkon tundunma mangonai<br />58 Dipangasahon suhulna do matana, dipangasahan matana do suhulna.<br />59 Ndang dao tubis sian bonana.<br />60 Pitu hali taripar di aek parsalinan, laos so muba do bolang ni babiat.<br />61 Somalna do peamna.<br />62 Hapalna mattat dok-dokna, dok-dokna mattat hapalna.<br />63 Unang martata ilik sada robean.<br />64 Gala gumal bulu andalu sangkotan ni bonang, asa monang maralohon musu, pinatalu roha maralohon dongan.<br />65 Garang-garang ni luatan nionjat tu harang ni hoda, molo marbada hula-hula, boruna mandabu tola. Molo marbada boru, hula-hula mandabu tola. Molo marbada anggi, hahana mandabu tola.<br />66 Unang patubi-tubi manuk pasalpu-salpu onan.<br />67 Unang dua hali tu aek natua-tua.<br />68 Hotang hotang sodohon ansimun sobolaon. Hata-hata sodohonon tongka sipaboa-boanan, guru ni hata naso dohonon, guru ni juhut naso seaton.<br /><br />SALIK<br /><br />1. Ndang taruba babi so mangallang halto.<br />2. Holi-holi sangkalia, tading nanioli dibahen nahinabia.<br />3. Jinama tus-tus tiniop pargolangan, tuk dohonon ni munsung dang tuk gamuon ni tangan.<br />4. Balik toho songon durung ni Pangururan, sianpudi pe toho asal haroro ni uang.<br />5. Sanggar rikrik angkup ni sanggar lahi, dongan marmihim jala donganna martahi-tahi.<br />6. Otik pe bau joring godang pe bau palia.<br />7. Tinompa ni pinggan paung, molo domu songon namaung-aung, ia dung sirang songon naginaung-gaung.<br />8. Madungdung bulung godang tu dangka ni bulu suraton, marunung namarroha molo adong uli buaton.<br />9. Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, Parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.<br />10. Ia arian martali-tali nabontar, ia borngin martali-tali narara. (ia dompak sarupa jolma ia tundal sarupa begu.)<br />11. Sampilpil di pudina haramonting di jolona, sude halak magigi dibahen pangalahona.<br />12. Tanduk ni lombu tanduk ni lombu silepe, molo monang marjuji sude sidok lae ia talu sude mambursik be.<br />13. Najumpang gabe natinangko molo so malo, natinangko gabe najumpang molo malo.<br />14. Taos rampe ni hajut, ditunjang ampapaluan, mate parjuji talu ndang adong ni andungan, andungan i annon sotung ro utang taguhan, soandungan i anon dang diboto dongan salumban.<br /><br />UMPAMA PINSANG-PINSANG<br /><br />1 Siguris lapang ni begu.<br />2 Sipansur ni aek nilatong.<br />3 Sipultak pura-pura siusehon pargotaan.<br />4 Siallang indahan ni begu.<br />5 Siallang sian toru ni rere.<br />6 Dompak sarupa jolma tundal sarupa begu.<br />7 Binarbar simartolu langkop ni panutuan.<br />8 Situlluk namardai, sidilati panutuan.<br />9 Partiang latong, hau joring parira, partangkula nabara. (Panirisanna pe malala bagasna pe malala.)<br />10 Sidegehon papan namungkal, sitangkup ihurni hoda pudi.<br />11 Sitahopi api songon ulok dari.<br />12 Sitortori na so gondangna.<br />13 Sihohari ranggiting.<br />14 Bintatar pandidingan, simartolu parhongkomna, sidok hata hagigihan soada hinongkopna.<br />15 Sirotahi pangananna.<br />16 Poring sitorban dolok, manuk sisudahon.<br />17 Sisopsop rentengna.<br />18 Sibondut ranggas nagaung-gaung.<br />19 Silompa lali nahabang.<br />20 Sialap manaruhon.<br />21 Sibola hau tindang, sipadugu horbo sabara.<br />22 Sipatubi-tubi manuk, pasalpu-salpu onan.<br />23 Sitangko bindana.<br />24 Sipadomu pardebataan tu parsombaonan.<br />25 Siaji pinagaranna.<br />26 Soban bulu, dongan musu.<br />27 Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.<br />28 Siuntei naigar, siasomi na asom, sisirai na ansim.<br />29 Tongka dua pungga saparihotan.<br />30 Gala-gala naso botohon, muruk pe iba adong do hata nasoboi dohonon.<br /><br />BURA<br /><br />1. Unggas jala andalu, bungkas jala mabalu.<br />2. Datu mangan saputna, raut mangan ompuna.<br />3. Antuk nabegu soro ulu balang.<br /><br />UMPAMA APUL-APUL<br /><br />1 Bagot namadung-dung tu pilo-pilo marajar, tading ma nalungun roma na jagar.<br />2 Porda marungrung mulakma tu songkirna, Horbo manurun mulakna tu barana, hot ma doal di sangkena, pinggan di rangkena.<br />3 Amani bogot bagit, amani bagot so balbalon, lungun pe nasai laonna i, tuhirasna tu joloan ni arion.<br />4 Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, ia torop hahana toropma nang anggina.<br />5 Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, torop ma natoropi tu toropma nasopiga.<br />6 Mangordang di juma tur, manabur di hauma saba, hea do mauli bulung nang pe anak sasada.<br />7 Malos ingkau rata riang-riang pinatapu-tapu, molo manumpak Debata di ginjang naung tungil olo jadi napu.<br />8 Naung pardambirbiran, gabe pardantaboan, jolma naung hagigian gabe jadi sihalomoan.<br />9 Loja siborok manjalahi guluan, sai mutu do rohani jolma manjalahi hangoluan.<br />10 Sai tiurma songon ari, sai rondangma songon bulan, sai dapot najinalahan tarida naniluluan.<br />11 Sinepnep mauruk-uruk silanian ma aek toba, nametmet unang marungut-ungut namagodang unang hansit rohana.<br />12 Magodang ma aek godang di juluan ni aek raisan, mandao ma ianggo holso sai roma parsaulian.<br />13 Niraprap hodong, tinapu salaon, sinok do mata modom, musu unang adong be si jagaon.<br />14 Sai tutonggina ma songon tobu, tu assimna songon sira, magodang ma naumetek sai mangomo partiga-tiga.<br />15 Sirambe nagodang ma tu sirambe anak-anak, gok ma sopo nabolon maruli sopo si anak-anak.<br />16 Pahibul-hibul tiang patingko-tigko galapang, pamok-mok namarniang pabolon-bolon pamatang.<br /><br />UMPAMA PANIGATI<br /><br />1 Nabingkas do botik gaja dibahen botik aili, bingkas si alali dibahen sipinggiri.<br />2 Nidanggurhon jarum tu napot-pot ndang di ida mata alai diida roha.<br />3 Dirobean pinggol tubu di nahornop pangidai jorbing anak ni mata natingkos na ni idana.<br />4 Madung-dung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, marunung-unung namaroha molo adong uli buaton.<br />5 Diihurpas batu tarida oma, molo adong tuhas uasi (gana) alona.<br />6 Binarbar bagot tarida pangkona, nungnga tangkas dapot dihaol tinangkona.<br />7 Manuk-manuk hulabu ompan-ompan ni soru, dang pangalangkup jolmai molo di patudu parboru.<br />8 Dapot do imbo dibahen suarana, tarida ursa dibahen bogasna.<br />9 Sada sanggar rik-rik, padua sanggar lahi, donganna mar mihim-mihim, jala donganna martahi-tahi.<br />10 Binarbar rikrik tarida pangko, dos do utang ni parmitmit utang panakko.<br />11 Aus nabegu adang namalo.<br />12 Manunjang dibalatuk, marboa di tapian.<br />13 Nungnga tardege pinggol ni dalan.<br />14 Masuak sanggar mapopo hadudu.<br />15 Parraut si etek-etek.<br />16 Marsanggar-sanggar.<br />17 Nirimpu soban hape do bulu, nirippu dongan hape musu.<br />18 Sibalik sumpa sipatundal ni begu.<br />19 Marbuni-buni tusa di panjaruman. (marbuni hata ditolonan)<br />20 Disarat hodongna mangihut lambena, sae gorana, lea rohana di pandena.<br />21 Disuru manaek ditaba di toru.<br />22 Sarung banua, monsak humaliang bogas, tata natinutungan, marimbulu natinanggoan.<br />23 Marurat ni langgumgum, marparbue di pandoran, patampak-tampak hundul pulik-pulik hata ni dohan.<br /><br />PARUHUMAN<br /><br />1 Dang tarbahen sasabi manaba hau, dang tarbahen tangke mangarambas.<br />2 Timbang ma daon ni natutu, gana daon ni torpa (daho).<br />3 Tiris ni hudon tu toru, tiris ni solu do tu ginjang.<br />4 Naolo manutung-nutung, naolo mangan sirabun, naolo manangko naolo mangan sirabun.<br />5 Disi pege mago disi manutu-nutu.<br />6 Disi banggik maneak disi asu martunggu.<br />7 Ndang bolas manaputi ia soadong bulung, dang bolas mangarahuti ia soadong tali.<br />8 Andalu sangkotan ni bonang. (manggarar ma natalu, siadapari gogo.)<br />9 Sisoli-soli uhum, siadapari gogo.<br />10 Dongan sotarhilala, musu sohabiaran.<br />11 Asa sibarung doho si bontar andora, tung taranggukkon ho so binoto lapang ni gora.<br />12 Tu ginjang manjalahi na rumun tu toru manjalahi na tumandol.<br />13 Tinallik hodong bahen hait-hait ni palia, tagonan na martondong, sian na marsada ina.<br />14 Buruk-buruk ni saong tu aos-aos ni ansuan, molo gabe taon ingkon olo manggarar utang.<br />15 Seak-seak borhu madabu tu bonana, tanda ni anak, patureon ni amana.<br />16 Si idupan do nauli, si saemon do nahurang.<br />17 Ndang suhat be nunga bira, ndang tuhas be nungnga tarida.<br />18 Molo adong unsimmu, dada gaol mu mardo, ai molo adong panuhormu, ndada ho pandobo.<br />19 Rompu tuju, si dua gumo, molo so malo pangulu dapotan duri.<br />Rompu tuju, sidua gumo, molo malo pangulu dapotan uli.<br />20 Siuangkap batang buruk, sibarbar na niampolas.<br />21 Sada umpaka hite, luhut halak marhitehonsa.<br />22 Lulu anak, lulu tano, lulu boru, lulu harajaon.<br />23 Simbar dolok sitingko ulu balang, boi tu hasundutan boi tu habinsaran.<br /><br />HATA ANDUNG<br /><br />Hata ni andung : Ia mula ni hata andung sian Tuan Sori Mangaraja do i. Alai ido mula ni dungdang, mula ni hata-hata, mula ni saem, parguri-guri si jonggi, parmual sitio-tio, parsagu-sagu nadua sada hundulan, parmombang napitu, nagaram di panggaraman nagurum di pangguruman, natangkas dihata-hata nasungkun di undang-undang. Raja urat ni ubi, raja tiang ni tano nasungsang parmonangan horbo paung ni portibi, natumombang tano Balige. Balige Raja, Balige marpindan-pindan, hamatean ni Niro. Mula ni andung I MINANGSIHON, ima nalaho ibana taripar lautan tu tano Batang Toru mangalului partondung laho manungkun Debata Mulajadi, ala logo ari hatihai, pitu taon lelengna di Toba nabalau.<br />Songon i muse di namamulung ibana nasa goar ni pulung-pulungan tu tombak, na gabe miak ni parsibasoan, suang i muse nalao ibana tu tano Mandailing, masi ate-ate ni bosi pusu-pusu ni bosi, nagabe surik ni sibaso nabolon i, ima piso solam debata dohot hujur siringis ima nataripar tu si Raja Oloan sian Sibagot Ni Pohan.<br /><br />HATA NI ANDUNG .-<br /><br />1 Simanjujung : Ulu<br />2 Sitarupon : Obuk<br />3 Sipareon Pinggol<br />4 Simalolong : Mata.<br />5 Silumandit : Igung.<br />6 Simangkudap : Pamangan.<br />7 Gugut : Ipon.<br />8 Simangido : Tangan.<br />9 Siubeon : Butuha.<br />10 Simanjojak : Pat.<br />11 Sirimpuron : Jari-jari.<br />12 Simatombom : Botohon dohot hae-hae.<br />13 Among parsinuan : Amana parsinuan.<br />14 Inong namangintubu : Inong niba.<br />15 Ama namartunas : Ama paidua.<br />16 Inong namartunas : Inong paidua.<br />17 Sisumbaon : Pahompu.<br />18 Ompung sisombaon : Ompung.<br />19 Tulang/Ibebere : Sibijaon.<br />20 Silansapon : Lae/Eda.<br />21 Sinumbane : Namboru/paraman.<br />22 Nabinalos : Simatua/Hela/Parumaen.<br />23 Situriak : Panghataion.<br />24 Simanangi : Parbinegean.<br />25 Simalongkon : Parnidaan.<br />26 Silumallan : Ilu/aek.<br />27 Sitipahon : Ulos.<br />28 Sitabean : Tujung.<br />29 Sigumorsing : Mas.<br />30 Sihumisik : Ringgit.<br />31 Paiogom : Indahan/Parbue/Eme.<br />32 Bona ni paigon : Bona ni eme.<br />33 Sidumuhut : Duhut.<br />34 Tongani lobangon : Hauma.<br />35 Sibonggaran : Bonggaran.<br />36 Silumantahon : Horbo.<br />37 Silomlom ni robean : Lombu.<br />38 Sijambe ihur : Hoda.<br />39 Bulung ni lopian : Biru-biru.<br />40 Siteuon : Biang.<br />41 Simarhurup : Manuk.<br />42 Tongani asean : Jabu bale-bale.<br />43 Siatukolan : Jabu sopo.<br />44 Siagalangon : Jabu ruma.<br />45 Bulu situlison : Jabu ruang tano.<br />46 Siruminsir : Solu, Kapal, Motor.<br />47 Silogo-logo : Kapal terbang.<br />48 Silali piuan : Iaher.<br />49 Sihais mira : Kapal pemburu.<br />50 Sibanua rea : Mariam, tomong.<br />51 Sitengger dibanua : Bodil.<br />52 Sijambe jalang : Roket.<br />53 Simaninggal dipea : Bom.<br />54 Sigargar dolok : Bom atom.<br />55 Babiat dipittu : Anak na begu.<br />56 Gompul dialaman : Raja.<br />57 Parjaga-jaga dibibir pustaha ditoloan : Pamollung.<br />58 Holi-holi so mansandi parjari-jari so mansohot : Tungkang.<br />59 Gokkonon botari alapan manogot : Datu/Raja/Tukkang.<br />60 Toru ni situmalin : Kuburan.<br />61 Bona ni ubeon : Buha baju.<br />62 Punsu ni ubeon : Siampudan.<br />63 Goar soltpe : Panggoaran.<br />64 Hau sinaiton : Hau/Btng ni namate/ranting.<br />65 Silumambe hodong : Bagot.<br />66 Papan narumimbas : Papan ni jabu.<br />67 Rindang sibalunon : Amak.<br />68 Dolok simanabun : Dolok.<br />69 Langit ni sihadaoan : Taripar laut.<br />70 Urat naibongkion : Dengke.<br />71 Juhut tinanggoan : Juhut.<br />72 Sirumantos : Raut, Hujur,giringan.<br />73 Natoga bulung : Naung tubu.<br />74 Didadang ari diullus alogo : Dihasiangon.<br />75 Sirumata bulung : Napuran.<br />76 Silumambe hodong : Saga-saga.<br />77 Sirumonggur : Ronggur.<br />78 Lombang simanamun : Lombang.<br />79 Suga nasomarpatudu : Honas todos naso marsala.<br />80 Godung naso marhinambor : Nasomarala.<br />81 Mansitairon : Manarus.<br />82 Songon tungko nisolu ganup ni panabian : Leleng marsahit.<br />83 Mangganupi siarianan, mangganupi sihabornginan : Leleng dipauli.<br />84 Hatipulan simanjujung, haponggolan simanjojak : Ina namabalu.<br />85 Hatompasan tataring : Ama namabalu.<br />86 Mapurpur tuangin nahabang tu alogo : Naso marrindang.<br />87 Naso martunas : Naso maranak.<br />88 Siparumpak balatuk soadong pajongjongkon : Napurpur<br />sisapsap bahal dang adong namangungkap<br />89 Marsada-sada bulung songon halak nalungun- : Sisada-sada/sada sabutuha<br />lungunan tandiang nahapuloan<br />90 Sibane-bane lili so sumungkar : Nalambok.<br />91 Silumaksa ijur : Uta uta ni tohuk, sira.<br />92 Mangungkit sibonggaron : Pabalik uma.<br />93 Mambuat sidumuhut : Marbabo.<br />94 Sipatuduhon luha sipapatar pangea, tanduk mambu : Nungga gok harorangon<br />nubu surat manjoloani, sotampil sipasingot<br />soboi siajaron.<br />95 Sanjongkal bulu dua dopaan tolong, poga-poga : Sian etek nahansit<br />diulu pinagodang ni sidangolan<br />96 Namardingdinghon dolok namarhorihorihon : Taripar dolok simanamun<br />ombun dilangit sihadaoan Taripar tao silumallan.<br />97 Lombu-lombu nabidang tula-tula ni hapal, : Tarhirim ibana.<br />tungkot dinalandit huat-huat dinagolap<br />98 Hais tujolo tandak tupudi, lombu panguge : Dipajolo anangkonna<br />horbo panamparhendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-70401478185381002372010-07-18T22:28:00.000-07:002010-07-18T22:30:11.228-07:00Perhitungan waktu(tingki) suku BatakKalendar Batak<br /><br />Nama-nama hari dalam 1 bulan di Batak:<br /><br />1. Artia<br />2. Suma<br />3. Anggara<br />4. Muda<br />5. Boraspati<br />6. Singkora<br />7. Samisara<br />8. Artia ni Aek<br />9. Suma ni Mangadop<br />10. Anggara Sampulu<br />11. Muda ni mangadop<br />12. Boraspati ni Tangkup<br />13. Singkora Purasa<br />14. Samisara Purasa<br />15. Tula<br />16. Suma ni Holom<br />17. Anggara ni Holom<br />18. Muda ni Holom<br />19. Boraspati ni Holom<br />20. Singkora Moraturun<br />21. Samisara Moraturun<br />22. Artia ni Angga<br />23. Suma ni Mate<br />24. Anggara ni Begu<br />25. Muda ni Mate<br />26. Boraspati Nagok<br />27. Singkora Duduk<br />28. Samisara Bulan Mate<br />29. Hurung<br />30. Ringkar<br /><br />Paretongan ari dibagasan sada bulan 29 ari dohot 30 ari marholang sada bulan.<br /><br />MAMILANGI BULAN BATAK<br /><br />1. Sipahasada<br />2. Sipahadua<br />3. Sipahatolu<br />4. Sipahaopat<br />5. Sipahalima<br />6. Sipahaonom<br />7. Sipahapitu<br />8. Sipahaualu<br />9. Sipahasia<br />10. Sipahasampulu<br />11. Li<br />12. Hurung<br /><br />Sahali dibagasan opat taon adong do bulan tamba-tamba didok : Lamaduhendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-17624419817960185602010-07-18T22:18:00.000-07:002010-07-18T22:21:06.704-07:00Beberapa Umpama-Umpasa Suku BatakBEBERAPA UMPAMA BATAK<br /><br />A. Keterangan pembuka:<br /><br />1. Jambar, adalah sesuatu yang diterima atau diperoleh seseorang, berdasarkan kedudukannya dalam adat Batak. Dapat dikatakan, “jambar” itu adalah hak pribadi atau suatu kelompok, karena kedudukannya dalam hubungan kekerabatan/adat.<br /><br />Dalam kehidupan & budaya orang Batak, setidak-tidaknya dikenal lima jenis jambar, yakni: jambar ulos; jambar juhut (daging); jambar hepeng (uang); jambar hata; jambar pasahathon pasu-pasu (untuk memimpin doa dalam suatu acara khusus, sesuai dengan agama/iman kepercayaan kelompok yang menyelenggarakan acara).<br /><br />2. Kalau ketiga jambar lain relatif tidak menuntut suatu kemampuan/keahlian khusus dari diri seseorang, karena cukup hanya menerima saja (paling-paling hanya perlu mengucapkan terimakasih), dua di antara jambar itu menuntut kemampuan atau kepandaian berbicara di hadapan umum, yakni jambar hata dan penyampaian doa pasu-pasu. Umumnya “jambar hata” dibagikan kepada orang-perseorangan, atau beberapa orang dalam satu kelompok (menurut “horong”: misalnya “horong” hula-hula; boru/bere; ale-ale & dongan sahuta; pemimpin lingkungan; dan menurut “kelompok Ompu,” di kalangan yang berkakak-adik (dongan tubu; kerabat semarga); dsb.<br /><br />3. Pada dasarnya, penerima jambar hata selalu terdiri dari beberapa orang dalam kelompoknya. Sehingga mereka dapat memilih/menghormati salah satu di antara mereka untuk menyampaikannya (biasanya yang tertua, baik menurut umur maupun menurut kedudukan dalam “tarombo”; kalau memang mampu. Kalau tidak, jambar akan digeserkan kepada yang lebih muda, dsb).<br /><br />Ada kalanya kelak, orang-orang tua atau yang dituakan dalam kelompok, sudah menjadi sangat langka, atau tidak punya kemampuan menerima kehormatan “jambar hata.” Karena itu, generasi yang lebih muda harus mempelajari atau mempersiapkan diri untuk itu, kalau mereka sadar bahwa adat Batak perlu dilestarikan.<br /><br />4. Dalam buku ini, kami tidak bermaksud memberikan contoh-contoh bentuk kata-kata (sambutan) yang akan disampaikan oleh seseorang dalam hal memenuhi haknya menerima jambar hata dalam bentuk “prosa”. Hendaknyalah setiap orang mempelajarinya sendiri melalui nalarnya mengamati setiap jenis acara adat yang pernah diikutinya<br /><br />.<br /><br />B. Peranan penyampaian umpama (umpasa):<br /><br />Seperti suku-suku bangsa lainnya di kawasan Nusantara, setidak-tidaknya kalangan suku-suku Melayu, semua sub-etnik dalam suku Batak juga menggunakan pepatah-petitih dalam hal setiap perhelatan adat; bahkan dalam occasion (peristiwa) lain, seperti misalnya kematian, kecelakaan, martandang (menemui dan berbicara dengan gadis-gadis yang diharapkan dapat dipinang), atau hanya untuk sekedar penyampaian nasehat, dlsb.<br /><br />Karena jambar hata (dalam occasion apapun) seringkali menuntut, atau lebih baik ditutup atau disimpulkan melalui pengucapan umpama (umpasa), maka ada baiknya kami sajikan beberapa di antaranya untuk dikaji/dipelajari oleh generasi muda.<br /><br />Yang disajikan di bawah hanyalah umpama (umpasa) yang kami anggap sederhana atau paling dasar, merupakan standar yang tidak terlalu sulit digunakan secara umum, dalam berbagai acara (occasion) itu. Kami menyajikan menurut kelompok penggunaannya.<br /><br />1. Umpama dan tanya-jawab pembuka dalam hal menerima/penyampaian<br /><br />makanan adat:<br /><br />Dimulai dengan kata basa-basi (prosa) pembuka dari si penanya, maka perlu disambung dengan:<br /><br />Asa, danggur-dangur barat ma tongon tu duhut-duhut<br /><br />Nunga butong hita mangan, mahap marlompan juhut,<br /><br />Ba haroan ni ulaonta on, dipaboa amanta suhut.<br /><br />Atau: Ba, dia ma langkatna, dia unokna<br /><br />Dia ma hatana, dia nidokna,<br /><br />Haroan ni ulaonta on,<br /><br />Tung tangkas ma dipaboa amanta suhut<br /><br />Respons si-pemberi (pembawa) makanan:<br /><br />Kata basa-basi pembukan (prosa), dan disambung:<br /><br />Asa bagot na marhalto ma na tubu di robean<br /><br />Ba horas ma hamu na manganhon, tu gandana ma di hami na mangalean<br /><br />Ekstra:<br /><br />Taringot di sipanganon na hupasahat hami rajanami<br /><br />Molo tung na mangholit hami, sai ganda ma na hinolit tu joloansa on<br /><br />Dan ditutup dengan:<br /><br />Anggo sintuhu ni sipanganon masak na hupasahat hami<br /><br />Ba, panggabean, parhorasan do rajanami (tu hula-hula); tu hamu raja ni haha-anggi<br /><br />(bila makanan itu untuk kawula yang berkakak-adik)<br /><br />Sambungan sapaan-pertanyaan dari si penerima makanan:<br /><br />Dimulai lagi dengan kata basi-basi, dan disambung dengan:<br /><br />Antong raja ni ……….; Asa tangkas ma uju Purba, tangkasan uju Angkola<br /><br />Asa tangkas hita maduma, tangkasan hita mamora.<br /><br />Jadi, asa songon hata ni natua-tua do dohonon:<br /><br />Siangkup ninna, songon na hundul, jala siudur songon na mardalan<br /><br />Ba, angkup ni angka na uli na denggan, tung tungkas ma dipaboa amanta suhut,<br /><br />Asa adong sibegeon ni pinggol, sipeopon ni roha.<br /><br />Jawaban penutup:<br /><br />I ma tutu rajanami, nunga apala dipadua hali raja i manungkun<br /><br />Ba saonari, tung tangkas ma antong paboaonnami:<br /><br />Anggo siangkupna dohot sidonganna rajanami, ima:……..<br /><br />(dia ceritakan secara singkat dalam bentuk prosa, maksud tujuan acara adat itu)<br /><br />2. Umpama dalam berbagai perhelatan, yang memintakan berkat:<br /><br />a. Perkawinan (kepada penganten)— Biasanya umpama ini harus disampaikan dengan jumlah ganjil; mis: satu, tiga, lima, tujuh dsb. Di zaman modern ini di perantauan (karena soal faktor keterbatasan waktu), terutama bagi generasi muda, boleh saja mengucapkan hanya satu saja. Kalau mampu menghafalnya, boleh sampai tiga umpama:<br /><br />Contoh:<br /><br />1) Bintang na rimiris ma, tu ombun na sumorop Asa anak pe antong di hamu riris, boru pe antong torop<br /><br />2) Tubuan laklak ma, tubuan sikkoru di dolok ni Purbatua Sai tubuan anak, tubuan boru ma hamu, donganmu sarimatua<br /><br />3) Pir ma pongki, bahul-bahul pansalongan Sai pir ma tondimuna, jala tongtong hamu masihaholongan<br /><br />4) Pinantik hujur tu jolo ni tapian<br /><br />Tusi hamu mangalangka, tusi ma dapot parsaulian<br /><br />5) Pangkat-hotang.Tu dia hamu mangalangka, tusi ma dapot pangomoan<br /><br />6) Tangki jala hualang, garinggang jala garege<br /><br />Tubuan anak ma hamu, partahi jala ulubalang<br /><br />Tubuan boru par-mas jala pareme.<br /><br />7) Tubu ma hariara, di tonga-tonga ni huta<br /><br />Sai tubu ma anak dohot borumu<br /><br />Na mora jala na martua<br /><br />Kalau “umpama” diucapkan (disampaikan) hanya satu (single) di antara umpama di atas, tak tak perlu ada umpama penutup. Tapi kalau menyampaikan dua atau empat, atau bahkan enam, sebaiknya ditutup dengan umpama pembuat jumlah-ganjil berikut:<br /><br />Asa, sahat-sahat ni solu ma, sahat tu bontean<br /><br />Sai sahat ma hita on sude mangolu,<br /><br />Sahat ma tu parhorasan, sahat tu panggabean.<br /><br />Bila kita harus menyampaikan ulos pansamot (kepada orangtua penganten laki-laki) atau kepada besan kita: beberapa umpama yang relevan antara lain adalah:<br /><br />1) Andor halukka ma patogu-togu lombu<br /><br />Saur ma hamu matua, patogu-togu pahompu<br /><br />2) Eme sitamba-tua ma parlinggoman ni siborok<br /><br />Tuhanta Debata do silehon tua, sude ma hita on diparorot<br /><br />3) Tubu ma dingin-dingin di tonga-tonga ni huta<br /><br />Saur ma hita madingin, tumangkas hita mamora<br /><br />4) Sitorop ma dangkana, sitorop rantingna<br /><br />Sitorop ma nang bulungna<br /><br />Sai torop ma hahana, torop anggina<br /><br />Torop ma nang boruna<br /><br />Umpama di atas, dapat pula dipakai untuk memberikan kata berkat/pasu-pasu kepada pihak lain, termasuk dalam bentuk acara “selamatan” lain-lain; dan tentu saja sebaiknya ditutup dengan ”Sahat-sahat ni solu……dst.”.<br /><br />b. Tuntunan dari pihak hula-hula kepada pihak boru, karena menerima permintaan bimbingan (paniroion) terhadap pembicaraan pihak-suhut dengan pihak besan-nya:<br /><br />Lebih dahulu mengucapkan kata basa-basi tuntunan secara “prosa”, dan diakhiri dengan puisi (umpama) berikut:<br /><br />Asa balintang ma pagabe, tumundalhon sitadoan<br /><br />Arimuna ma gabe, ai nunga hamu masipaolo-oloan<br /><br />c. Mangampu (mengucapkan kata sambutan terimaksih) terhadap kata-kata ucapan syukur dari pihak hula-hula, atau pihak lain untuk kita:<br /><br />Setelah mengucapkan kata-kata mangampu secara “prosa”, maka diakahiri dengan puisi (umpama) berikut:<br /><br />1). Asa turtu ma ninna anduhur, tio ninna lote<br /><br />Sude hata na denggan, hata nauli na pinasahatmuna i<br /><br />Sai unang ma muba, unang ma mose.<br /><br />2). Tingko ma inggir-inggir, bulungna i rata-rata<br /><br />Di angka pasu-pasu na nipinasahatmuna, pasauthon ma Tuhanta Debata<br /><br />3). Asa naung sampulu pitu ma, jumadi sampulu-alu<br /><br />Sude hata na uli na pinsahatmunai, ampuonnami ma i martonga ni jabu.<br /><br />d. Umpama oleh Raja-parhata dari pihak parboru dalam hal mengucapkan dan akan membagi uang “ingot-ingot” (setelah menerima porsi dari pihak paranak untuk digabungkan):<br /><br />Nunga jumpang tali-aksa ihot ni ogung oloan<br /><br />Nunga sidung sude hata, ala tangkas do hita masipaolo-oloan<br /><br />Bulung ni losa ma tu bulung ni indot<br /><br />Bulung motung mardua rupa,<br /><br />Sude na tahatai i ingkon taingot<br /><br />Asa unang adong hita na lupa ….; Ingot-ingot; ingot-ingot; ingot-ingot.<br /><br />e. Umpana dalam waktu menutup pembicaraan dalam pesta-kawin: dengan cara membagi uang “Olop-olop,” oleh Raja-parhata fihak parboru, setelah menerima porsi uang olop-olop dari fihak paranak untuk digabungkan:<br /><br />Asa binanga ni Sihombing ma binongkak ni Tarabunga<br /><br />Tu sanggar ma amporik, to lombang ma satua<br /><br />Sinur ma na pinahan, jala gabe na niula<br /><br />Simbur magodang angka dakdanak songon ulluson pura-pura<br /><br />Hipas angka na magodang tu pengpengna laho matua<br /><br />Horas pardalan-dalan, mangomo nang partiga-tiga<br /><br />Manumpak ma Tuhanta dihorasi hita saluhutna,…<br /><br />Asa aek siuruk-uruk, ma tu silanlan aek Toba<br /><br />Na metmet soadong marungut-ungut, na magodang sude marlas ni roha…<br /><br />Olop-olop; olop-olop; olop-olop.<br /><br />f. Dukacita: Hanya dalam keadaan duka-cita yang mendalam, karena kematian di luar bentuk “saur-matua” (terkadang juga di luar “sarimatua”):<br /><br />Setelah mengucapkan kata-kata penghiburan dalam bentuk prosa; maka ditutup dengan puisi (umpama):<br /><br />Asa songon hata ni umpama ma dohononku:<br /><br />Bagot na madungdung ma, tu pilo-pilo na marajar<br /><br />Sai salpu ma angka na lungun, sai ro ma angka na jagar.<br /><br />Atau: Hotang binebebe, hotang pinulos-pulos<br /><br />Unang hamu mandele, ai godang do tudos-tudos.<br /><br />g. Nasehat: untuk yang tak mungkin menikmati/memperoleh lagi sesuatu seperti di masa lalu:<br /><br />Ndang tardanggur be na gaung di dolok ni Sipakpahi<br /><br />Ndang haulahan be na dung, songon sibokka siapari.<br /><br />*****hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-9217320310956751752010-07-18T21:12:00.000-07:002010-07-18T21:43:18.932-07:00ADAT DAN BUDAYA SUKU BATAKADAT ISTIADAT SUKU BATAK(RUHUT NI ADAT BATAK) <br /><br />Aturan adat adalah acuan atau cerminan untuk melaksanakan adat didalam sukacita maupun dukacita yang pelaksanaannya harus didasarkan pada falsafah “ DALIHAN NATOLU “ serta memperhatikan nasihat nenek moyang ( Poda Ni Ompunta)<br /><br /> * Jolo diseat hata asa diseat raut ( di bicarakan sebelum dilaksanakan)<br /> * Sidapot solup do na ro (mengikuti adat suhut setempat)<br /> * Aek Godang tu aek laut, dos ni roha nasaut (Musyawarah mufakat ).<br /><br />PESTA PERNIKAHAN PADA SUKU BATAK<br /><br />1. Pada acara pesta perkawinan yang mutlak (mortohonan) suhi ni ampang ñaopat :<br /><br />a. Pihak paranak (pengantin lelaki) yang terima ulos :<br /><br />1. Ulos Pansamot : Orang tua pengantin<br /><br />2. Ulos Paramaan : Abang / adik Orangtua Pengantin<br /><br />3. Ulos Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin<br /><br />4. Ulos Sihunti Ampang : Saudara (Ito) atau Namboru Pengantin<br /><br />b. Pihak Parboru (pengantin perempuan) yang terima sinamot :<br /><br />1. Sijalo Bara / Paramai : Abang / adik pengantin<br /><br />2. Sijalo Upa Tulang : Tulang pengantin<br /><br />3. Sijalo Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin atau<br /><br />Simandokhon Ito pengantin *(sesuai Hasuhuton&Tonggo Raja).<br /><br />4. Sijalo Upa Pariban : Kakak atau Namboru Pengantin<br /><br />c. Urutan Pelaksanaan:<br /><br />1. Ulos Hela diberikan setelah Ulos Pansamot.<br /><br />2. Sijalo Paramai diberikan setelah sinamot nagok diterima Suhut Parboru.<br /><br />2. Pada acara Adat Perkawinan yang harus diperhatikan :<br /><br />a. Tintin marangkup diberikan kepada Tulang Pengantin pria, bila perkawinan dengan<br /><br />Pariban Kandung (Boru Tulang), tidak ada Tintin Marangkup.<br /><br />b. Jumlah Tintin Marangkup, sesuai kesepakatan demikian Panandaion bila ada.<br /><br />c. Ulos yang diturunkan (tambahan) tidak boleh melebihi tanggungan Parboro.<br /><br />d. Uang Pinggan Panungpunan, disesuaikan dengan besarnya Sinamot.<br /><br />e. Undangan pada acara adat Boru Sihombing atau Bere Sihombing, suhu – suhu Ompu yang menerima Sinamot / Tintin Marangkup / Upa Tulang , wajib memberikan ulos Herbang, selain yang memberi ulos Herbang, boleh memberi uang (pembeli ulos).<br /><br />PESTA UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL<br /><br />Pada Acara Adat Kematian (meniggal dunia), ulos yang berjalan dan acara sesuai tingkat kematian :<br /><br />1. Meninggalnya dari usia anak-anak sampai usia berkeluarga :<br /><br />a. Anak-anak dan Boru Sihombing remaja : Lampin atau Saput dari orangtua.<br /><br />b. Remaja / Pemuda Sihombing : Saput dari Tulang-nya.<br /><br />c. Kembali dari makan tidak ada acara adat lagi.<br /><br />2. Meninggal Suami / Isteri :<br /><br />a. Tingkat kematian ditetapkan dalam Parrapoton / Tonggo Raja.<br /><br />b. Ulos Saput / Tutup Batang Suami dari Tulang-nya, Ulos Tujung/ Sampetua Istri dari Hula – hula.<br /><br />c. Ulos Saput / Tutup Batang Istri dari Hula – hula, Ulos Tujung/ Sampetua Suami dari Tulangnya.<br /><br />d. Urutan pelaksanaan : Saput lebih dulu baruTujung (berubah sesuai kondisi).<br /><br />e. Tingkat kematian Sarimatua, kembali dari makam ada Acara Buka Tujung, bagi yang masih menerima Tujung.<br /><br />f. Tingkat kematian Saurmatua, kembali dari makam ada Acara Buka Hombung.<br /><br />g. Suami meninggal, Tulang-nya Siungkap Hombung; Istri meninggal, Hula-hulanya.<br /><br /><br />PARJAMBARAN DI SUKU BATAK<br /><br />Pada setiap Acara Adat Pesta Perkawinan dan kematian berjalan Parjambaran, pada<br /><br />dasarnya sebelum pelaksanaan harus dibicarakan lebih dahulu :<br /><br />1. PARJAMBARAN DI ACARA ADAT PESTA PERKAWINAN, PANJUHUTI-NYA PINAHAN / SIGAGAT DUHUT.<br /><br />a. Mengkawinkan anak laki – laki :<br /><br />- Bila adatnya alap jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro<br /><br />- Bila adatnya Taruhon Jual :<br /><br />Osang utuh diparanak, untuk diberikan kepada hula-hula (Sijalo Tintin Marangkup), ihur-ihur (Upa Suhut) diparanak dan diberikan Ulak Tando Parboru,<br /><br />Somba – somba dan soit dibagi dua dan parngingian (kiri) di Paranak :<br /><br />(1). Somba – somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.<br /><br />(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale-ale, Dongan Sahuta, dll.<br /><br />(3). Parngingian / Parsanggulan untuk Boru / Bere.<br /><br />(4). Ikan (dengke) dari Parboru untuk Hasuhuton.<br /><br />b. Mengawinkan anak Perempuan :<br /><br />- Bila adatnya Taruhon Jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro.<br /><br />- Bila adatnya Taruhon Jual :<br /><br />Osang Utuh di Parboru untuk diberikan ke Hula-hula dan Tulang Rorobot.<br /><br />Ihur – ihur (Upa Suhut) di Parboru untuk Hasuhuton<br /><br />Somba – somba dan Soit dibagi dua dan parngingian(kanan) di Parboru :<br /><br />(1). Somba –somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.<br /><br />(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale – ale, Dongan Sahuta, dll.<br /><br />(3). Parsanggulan / Parngingian untuk Boru / Bere.<br /><br /> 2. PARJAMBARAN DI ACARA KEMATIAN SARI / SAURMATUA, BOAN SIGAGAT DUHUT (Contoh) :<br /><br />Ulaon : Borsak Simonggur.<br /><br />Hasuhuton : Hutagurgur.<br /><br />Bona ni Hasuhutin : Tuan Hinalang.<br /><br />Suhut Bolon : Datu Parulas.<br /><br />A. DONGANSABUTUHA<br /><br />1. Panambuli : Anggi Doli Hariara.<br /><br />2. Pangalapa / Pamultak : Raung Nabolon.<br /><br />3. Panambak / Sasap : Dongan Tobu.<br /><br />4. Ihur – ihur / Upa Suhut : Datu Parulas.<br /><br />5. Uluna / Sipitudai : Jambar Raja (Parsadaan dan Punguan)<br /><br />Orang biasanya diberikan ke Protokol dan Sitoho-toho.<br /><br />6. Ungkapan : Haha Doli Suhut Bolon.<br /><br />7. Gonting : Anggi Doli Suhut Bolon.<br /><br />B. BORU / BERE / IBEBERE<br /><br />1 . Tanggalan Rungkung Partogi : Boru ni Prsadaan.<br /><br />2. Tanggalan Rungkung Mangihut : Boru ni Punguan.<br /><br />3. Tanggalan Rungkung Bona – bona : Boru Diampuan/Bere – Ibebere.<br /><br />C. HULA – HULA<br /><br />1. Tulan Bona : Pangalapan Boru/Hula-hula Tangkas.<br /><br />2. Tulan Tombuk : Namamupus/Tulang.<br /><br />3. Somba – somba Siranga : Tulang Rorobot, Bona Tulang, Bona Hula.<br /><br />Somba – somba Nagok :Bona na ari.<br /><br />4. Tulan :P arsiat (Hula-hula, Haha Anggi, & Anak Manjae)<br /><br />D. DONGAN SAHUTA / RAJA NARO.<br /><br />1. Botohon : Sipukkha Huta/Dongan Sahuta.<br /><br />2. Ronsangan : Pemerintah setempat.<br /><br />3. Soit Nagodang : Paariban, Ale-ale, Pangula ni Huria, Partungkoan.<br /><br />4. Bonian Tondi : Pangalualuan ni Nipi (teman curhat).<br /><br />5. Sitoho-toho : Surung-surung ni namanggohi adat (orang yang sering<br /><br />datang).<br /><br />6. Pohu : Penggenapi isi tandok Hula-hula<br /><br />7. Sohe/Tanggo : Penggenapi jambar yang belum dapat, dan lain-lain.<br /><br />3. PENJELASAN BENTUK DAN LETAK PARJAMBARAN<br /><br />A. NAMARMIAK-MIAK (PINAHAN LOBU)<br /><br />1. Osang-osang : rahang bawah<br /><br />2. Parngingian : kepala bagian atas<br /><br />3. Haliang : leher<br /><br />4. Somba-somba : rusuk<br /><br />5. Soit : persendian<br /><br />6. Ihur-ihur/Upa Suhut : bagian belakang sampai ekor<br /><br />B. SIGAGAT DUHUT<br /><br />1. Uluna/Sipitu dai : kepala atas dan bawah (tanduk<br /><br />namarngingi dan osang)<br /><br />2. Panamboli : potongan leher (sambolan)<br /><br />3. Pangalapa/Pultahan : perut bagian bawah (tempat belah)<br /><br />4. Panambak/Sasap : pangkal paha depan<br /><br />5. Ungkapan : pangkal rusuk depan<br /><br />6. Gonting : pinggul/punggul<br /><br />7. Upa Suhut / Ihur-ihur : bagian belakang sampai ekor<br /><br />8. Tanggalan Rungkung : leher (depan sampai dengan badan)<br /><br />9. TulanG Bona : paha belakang<br /><br />10. TulanG Tombuk : pangkal paha belakang<br /><br />11. Somba-somba Siranga : rusuk-rusuk besar<br /><br />12. Somba-somba Nagok : rusuk paling depan (gelapang)<br /><br />13. TulanG(soit) : kaki di bawah dengkul<br /><br />14. Botohon : paha depan<br /><br />15. Ronsangan : tulang dada ( pertemuan rusuk)<br /><br />16. Soit Nagodang : persendian<br /><br />17. Bonian Tondi : pangkal rusuk iga<br /><br />18. Sitoho-toho : sebagian dari osang bawah<br /><br />19. Pohu : bagian-bagian kecil<br /><br />20. Sohe/Tanggo-tanggo : cincangan<br /><br />Si gagat duhut<br /><br />MANGADATI<br /><br />Mangadati adalah pelaksanaan ”menerima.membayar” adat perkawinan (marunjuk) yang telah menerima pemberkatan nikah sebelumnya, dimana kedua belah pihak orangtua sepakat, adatnya dilaksanakan kemudian dan atau kawin lari (mangalua) dimana acara ini dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ( Paranak). Karena itu ”mangadati” tidak sama dan bukanlah manjalo sulang-sulang ni pohompu.<br /><br />A. Tahapan yang harus dipenuhi sebelum Mangadati :<br /><br />1. Pada acara partangiangan (pengucapan syukur) pemberkatan nikah, Paranak wajib mengantar ”Ihur-ihur” kepada pihak pengantin perempuan (Parboru) sebagai bukti bahwa putrinya telah di-paraja (dijadikan istri).<br /><br />2. Pihak paranak melakukan acara manuruk-nuruk (suruk-suruk) meminta maaf dengan membawa makanan adat kepada pihak Parboru(hula-hula).<br /><br />3. Pihak Paranak melakukan pemberitahuan rencana ”mangadati” kepada pihak Parboru, dengan membawa makan adat. Acara ini merancang (mangarangrangi) ”Somba ni uhum: (sinamot), ulos herbang, dan yang berkaitan dengan mangadati.<br /><br />B. Acara ”mangadati” dilaksanakan di tempat pihak Paranak, sehinga pelaksanaan sama dengan pesta adat ”taruhon jual”, yakni pihak Parboru datang dalam rombongan membawa beras, ikan, dan ulos.<br /><br />C. Parjambaran: ”Sidapotsolup do naro”<br /><br />MENDAMPINGI, MANGAMAI,MANGAIN<br /><br />Pengertian umum adalah suatu proses untuk perkawinan campuran antara anaka / boru dengan anak/boru suku/bangsa lain (Marga Sileban), dimana pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan adat Batak. Penerapannya dilakukan sesuai tahapan dan aturan masing-masing sebagai berikut :<br /><br />MENDAMPINGI. Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak, Marga Sileban cukup meminta kepada satu keluarga Sihombing yang mau mendampingi dengan fungsi sebagai wakil/juru bicara/Raja parhata, dengan demikian :<br /><br /> 1. Mendampingi Parboru, Sijalo Sinabot harus Marga Sileban, yang mendampingi hanya menerima uang kehormatan saja.<br /> 2. Mendampingi Paranak, Sijalo Ulos Suhi ni Ampang Naopat harus keluarga suku lain (Marga Sileban), yang mendampingi hanya menerima Ulos Pargomgom.<br /> 3. Yang mendampingi tidak boleh melakukan Tonggo / Ria Raja dan Papungu Tumpak.<br /><br />MANGAMAI . Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan na marmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangamai dihadapan Dongan Tubu, Boru/Bere, Dongan Sahuta.<br /><br />Dengan restu hadirin, yang Mangamai mangupa dengan menyatakan kesediaan untuk melaksanakan tahapan adat perkawinan yang dimaksud pihak Marga Sileban, kemudian Marga Sileban memberikan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua hadirin. Sehingga yang diamai dengan yang Mengamai sudah menjadi Dongan Sahundulan yang sifatnya permanen.<br /><br />Dalam hal Mangamai Paranak, yang menerima ulos diatur sebagai berikut :<br /><br />Ulos Pansamot : Orangtua kandung Marga Sileban.<br /><br />Ulos Paramaan : Yang Mangamai.<br /><br />Ulos Todoan : Marga Sileban atau keluaga yang Mengamai.<br /><br />Ulos Sihunti Ampang : Boru yang Mengamau atau Marga Sileban.<br /><br />Ulos seterusnya diatur pembagiannya sesuai dengan kesepakatan.<br /><br />Tintin Marangkup tetap harus diberikan ke Tulang pengantin pria Marga Sileban.<br /><br />Dalam hal Mangamai Parboru, yang menerima Sinamot/tuhor diatur sebagai berikut :<br /><br />Sinamot nagok : Orangtua kandung Marga Sileban.<br /><br />Paramai : yang Mengamai.<br /><br />Todoan : Marga Sileban atau yang Mengamai.<br /><br />Pariban : Boru yang Mengamai atau Boru Marga Sileban.<br /><br />Upa Tulang harus diberikan kepada Tulang pengantin wanita Marga Sileban.<br /><br />Panandaion/Sipalas roha diatur pembagiaanya sesuai kesepakatan.<br /><br />MANGAIN. Marga Sileban yang berkehendak anaknya (wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak(pria) Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan namarmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangain dihadapan Dongan Tubu,Boru/bere, Hula-hula/Tulang, Dongan Sahuta.<br /><br />Tahapan Pelaksanaan:<br /><br /> 1. Marga Sileban atau pendampinganya menyerahkan tudu-tudu sipanganon.<br /> 2. Marga Sileban menyerahkan putrinya kepada yang Mangain.<br /> 3. Yang Mangain, marmeme dan manghopol dengan Ulos Mangain.<br /> 4. Hula – hula yang Mangain (Tulangna) memberikan ulos parompa.<br /> 5. Marsipanganon.<br /> 6. Hata Sigabe-gabe.<br /><br />Yang Mangain akan menempatkan yang diain pada urutan anggota keluarga yang tidak mengubah Panggoran (buha baju) yang sudah ada. Selanjutnya, keluarga yang Mangain bertanggung jawab melaksanakan kewajiban adat Batak kepada yang diain. Pada acara perkawinan yang diain, yang menerima Sinamot Nagok dan Suhi ni Ampang Naopat adalah yang Mangain dan keluarga. Orangtua kandung marga Sileban menerima Sinamot(panandaion) sebagai penghargaan atau penghormatan.<br /><br />Pada dasarnya kedudukan Anak atau Boru yang Didampingi, Diamai, Diain, tidak sama, dan tidak punya kaitan apapun dengan ”pewarisan”. Masing masing hanya terbatas pada proses adat yang dilakukan.<br /><br />MANGANGKAT /MENGADOPSI ANAK UNTUK DAIJADIKAN SEBAGAI ANK ATAU CUCU(PANGGOARI)<br /><br />Suatu proses seorang anak (pria atau wanita) masuk dalam keluarga menjadi anak/boru, baik karena belum mempunyai keturunan maupun karena suatu hal.<br /><br /> 1. Meminta persetujuan Haha/Anggi dan Ito, serta Hulua-hula(sekandung).<br /> 2. Mengurus kelengkapan dari catatan sipil.<br /> 3. Mengurus babtisan dari gereja.<br /> 4. Melakukan pengukuhan secara adat dihadapan :<br /><br />- Dongan Tubu<br /><br />- Hula – hula dan Tulang<br /><br />- Boru / Bere<br /><br />- Dongan Sahuta<br /><br />- Raja Bius (Parsadaan dan Punguan)<br /><br />5. Untuk acara pengukuhan Boru (putri) oleh namarmiak-miak, tetapi untuk pengukuhan anak (putra) sebaiknya sigagat duhut, karena kehadirannya. Selain pewaris juga akan menjadi penerus keturunan.<br /><br />Tahapan pelaksanaan :<br /><br /> 1. Penjelasan tentang tata cara.<br /> 2. Pasahat tudu-tudu sipanganon<br /> 3. Hula-hula dan Tulang mangupa / marmeme dan memberi Ulos Parompa<br /> 4. Marsipanganon<br /> 5. Yang Mangangkat menyerahkan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua undangan (Upa Raja Natinonggo).<br /> 6. Pasahat Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada hadirin.<br /> 7. Hata Sigabe-gabe.<br /><br />ULOS HERBANG<br /><br />Ulos Herbang untuk diberikan ke pihak Paranak pada acara perkawinan Boru Sihombing banyaknya 17 (tujuh belas) lembar, bila ada tambahan/titilan Paranak, tidak boleh lebih dari yang disediakan Sihombing dan Ulos Herbang yang akan diterima pada acara perkawinan anak (putra) Sihombing Banyaknya tidak dibatasi. Dalam menentukan banyaknya Ulos Herbang, hendaknya tetap memperhitungkan waktu penyerahan.<br /><br />CATATAN/PERHATIAN<br /><br />1. Pada setiap acara adat pesta perkawinan dan kematian yang berhak menerima dan memberikan adat aníllala anggota yang sudah diadati (beradat).<br /><br />2. Pada kejadian dukacita (mate) di mana statusnya Sarimatua atau Saurmatua, bila boanonnya Sigagat Duhut, tidak boleh lagi dijalankan teken tes.<br /><br />3. Patokan dan aturan adat ini dalam penerapannya tidak boleh menjadi beban pikiran dan menimbulkan kerugian Suhut Bolon.hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-2464652233468323872010-07-14T23:58:00.001-07:002010-07-15T00:30:42.088-07:00asal usul marga orang batak<p style="padding-left: 30px;"><strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">MARGA BATAK<br /></span></strong></p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Orang Batak selalu dikenal dengan marganya. Marga ini merupakan simbol bagi keluarga Batak. Karena marga </span>diperoleh dari garis keturunan ayah, yang akan terus-menerus diturunkan kepada penerusnya.</p> <p><img src="http://adel.ngeblogs.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" alt="" /></p> <p><em><strong><span style="text-decoration: underline;">Asal – Usul Marga</span></strong></em></p> <p>Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.<br /></p><p>Guru Tatea Bulan mempunyai istri bernama Si Boru Baso Burning dan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri.</p> <ul><li>Putra :</li></ul> <ol><li>Si Raja Biak-Biak.</li><li>Tuan SaribuRaja.</li><li>Limbong Mulana.</li><li>Sagala Raja.</li><li>Malau Raja.</li></ol> <ul><li>Putri :</li></ul> <ol><li>Si Boru Pareme, kawin dengan Tuan SaribuRaja.</li><li>Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan SorimangaRaja, putra Raja Isumbaon.</li><li>Si Boru Biding Laut, juga kawin dengan Tuan SorimangaRaja.</li><li>Si Boru Nan Tinjo, tidak kawin.</li></ol> <p>Sementara itu Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yaitu, Tuan SorimangaRaja, Si Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang.<strong><span style="color: rgb(0, 0, 255);"> </span></strong></p> <p style="padding-left: 30px;"><strong><span style="color: rgb(0, 0, 255);">1. Tuan SaribuRaja dan Marga-marga Keturunannya</span></strong></p> <p>Tuan SaribuRaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marpohas (anak kembar berlainan jenis).</p> <p>Mula-mula SaribuRaja kawin dengan Nai Margiring Laut, dan melahirkan seorang putra yang bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Si Boru Pareme menggoda abangnya SaribuRaja, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Karena saudara-saudara yang lainnya tidak suka, maka SaribuRaja pergi mengembara ke hutan dengan meninggalkan Si Boru Pareme dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme akan melahirkan, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara. Di sana dia bertemu dengan SaribuRaja yang sudah mempunyai “istri” seekor harimau betina.</p> <p>Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang bernama Si Raja Lontung. Dari istrinya sang harimau, SaribuRaja memperoleh putra yang bernama Si Raja Babiat. di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BayoAngin.</p> <p><strong><em>A. Si Raja Lontung</em></strong></p> <p>Putra pertama dari Tuan SaribuRaja ini mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :</p> <ul><li>Putra :</li></ul> <ol><li>Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.</li><li>Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.</li><li>Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.</li><li>Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.</li><li>Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.</li><li>Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.</li><li>Siregar, keturunannya bermarga Siregar.</li></ol> <ul><li>Putri :</li></ul> <ol><li>Si Boru AnakPandan, kawin dengan Toga Sihombing.</li><li>Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.</li></ol> <p>Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, SuhutNihuta, SiringoRingo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.</p> <p>Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang Simankorang, Simandalahi, Barutu alai nuaeng sinagabonur,dohot ompuratus nama.<br /></p> <p>Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang Samosir, Gultom, PakPahan, Sidari, Sitinjak, Harianja.</p> <p>Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Bautbara, Lumabn Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.</p> <p>Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang Togatorop, Sianturi, Siburian.</p> <p>Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, RajaGukguk. Simaremare.</p> <p>Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.</p> <p><em><strong>B. Si Raja Borbor</strong></em></p> <p>Putra kedua dari Tuan SaribuRaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut marga BORBOR.</p> <p>Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :</p> <p>1. Datu Dalu (Sahangmaima).</p> <p>2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.</p> <p>3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.</p> <p>4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.</p> <p>5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.</p> <p>6. Simargolang, keturunannya bermarga Simargolang.</p> <p>Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :</p> <p>a. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.</p> <p>b. Tinendang, Tangkar.</p> <p>c. Matondang.</p> <p>d. Saruksuk.</p> <p>e. Tarihoran.</p> <p>f. Parapat.</p> <p>g. RANGKUTI.</p> <p>Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT.</p> <p><strong><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><strong>2. LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya</strong></span></strong></p> <p>Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.</p> <p><strong><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><strong>3. SAGALA RAJA</strong></span></strong></p> <p>Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.</p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><strong><strong>4. LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya</strong></strong></span></p> <p>LAU RAJA adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :</p> <p>a. Pase Raja, keturunannya bermarga Pase</p> <p>b. Ambarita, keturunannya bermarga Ambarita.</p> <p>c. Gurning, keturunannya bermarga Gurning.</p> <p>d. Lambe RajaA, keturunannya bermarga Lambe.</p> <p>Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.</p> <p><img src="http://adel.ngeblogs.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" alt="" /></p> <p><strong>Tuan SorimangaRaja dan Marga-marga Keturunannya</strong></p> <p>Tuan SorimangaRaja adalah putra pertama dari Raja Isumbaon. Dari ketiga putra Raja Isumbaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :</p> <p>a. Si Boru Anting Malela (NAI RASAON), putri dari Guru Tatea Bulan.</p> <p>b. Si Boru Biding Laut (NAI AMBATON), juga putri dari Guru Tatea Bulan.</p> <p>c. Si Boru Sanggul Haomasan (NAI SUANON).</p> <p>Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.</p> <p>Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Dijae (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.</p> <p>Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar NAI SUANON.</p> <p><strong>NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU/OMPU RAJA NABOLON)</strong></p> <p>Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.</p> <p>NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :</p> <p>a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.</p> <p>b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.</p> <p>c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.</p> <p>d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE).</p> <p>Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung) :</p> <p>a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.</p> <p>b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.</p> <p>c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.</p> <p>d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.</p> <p>Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.</p> <p>Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.</p> <p>Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.</p> <p>Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :</p> <p>a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.</p> <p>b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.</p> <p>c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.</p> <p>d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.</p> <p>e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.</p> <p><strong>NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)</strong></p> <p>Nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON.</p> <p>RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :</p> <p>a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.</p> <p>b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG.</p> <p>Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.</p> <p><strong>NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA)</strong></p> <p>Nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA.</p> <p>TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra.</p> <p>Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :</p> <p>a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.</p> <p>b. SI PAET TUA.</p> <p>c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.</p> <p>d. SI RAJA OLOAN.</p> <p>e. SI RAJA HUTA LIMA.</p> <p>Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :</p> <p>a. SI RAJA SUMBA.</p> <p>b. SI RAJA SOBU.</p> <p>c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS.</p> <p>Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.</p> <p>Keturunana TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.</p> <p><img src="http://adel.ngeblogs.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" alt="" /></p> <p><strong>Keturunan SI BAGOT NI POHAN</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut:</p> <p>a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.</p> <p>b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.</p> <p>c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.</p> <p>d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.</p> <p><strong>Keturunan SI PAET TUA</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.</p> <p>b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.</p> <p>c. PANGARIBUAN, HUTAPEA.</p> <p><strong>Keturunan SI LAHI SABUNGAN</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. SIHALOHO.</p> <p>b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.</p> <p>c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.</p> <p>d. SIDABUTAR.</p> <p>e. SIDABARIBA, SOLIA.</p> <p>f. SIDEBANG, BOLIALA.</p> <p>g. PINTUBATU, SIGIRO.</p> <p>h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.</p> <p><strong>Keturunan SI RAJA OLOAN</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.</p> <p>b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.</p> <p>c. BANGKARA.</p> <p>d. SINAMBELA, DAIRI.</p> <p>e. SIHITE, SILEANG.</p> <p>f. SIMANULLANG.</p> <p><strong>Keturunan SI RAJA HUTA LIMA</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut:</p> <p>a. MAHA.</p> <p>b. SAMBO.</p> <p>c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.</p> <p><strong>Keturunan SI RAJA SUMBA</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.</p> <p>b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.</p> <p><strong>Keturunan SI RAJA SOBU</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. SITOMPUL.</p> <p>b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.</p> <p><strong>Keturunan TOGA NAIPOSPOS</strong> melahirkan marga dan marga cabang berikut :</p> <p>a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.</p> <p>b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.</p> <p>***<br /><img src="http://adel.ngeblogs.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" alt="" /><br /><strong>DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)</strong></p> <p>Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut :</p> <p>“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;</p> <p>Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”</p> <p>artinya :</p> <p>“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput;</p> <p>Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”</p> <p>Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah :</p> <p>a. MARBUN dengan SIHOTANG.</p> <p>b. PANJAITAN dengan MANULLANG.</p> <p>c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.</p> <p>d. SITORUS dengan HUTAJULU – HUTAHAEAN – ARUAN.</p> <p>e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.</p><p>f. SIREGAR dengan NAINGGOLAN<br /></p> <p><strong>CATATAN TAMBAHAN</strong></p> <p>1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.</p> <p>2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.</p> <p>3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.</p> <p>4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.</p> <p>5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)</p> <p>6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).</p> <p>7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN.</p> <p>8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut “Siregar Utara” sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut “Siregar Selatan”.</p> <p>9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).</p> <p>10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) :</p> <p>a. BUNUREA disebut juga BANUREA.</p> <p>b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.</p> <p>c. BARUTU disebut juga BERUTU.</p> <p>d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.</p> <p>e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.</p> <p>f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.</p> <p>11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.</p> <p>12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.</p> <p>13. Jangan keliru (bedakan) :<br />a. SITOHANG dengan SIHOTANG.<br />b. SIADARI dengan SIDARI.<br />c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.<br />d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).</p> <p>14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja.</p> <p>15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.</p>hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-5842993062619268342010-07-14T23:24:00.001-07:002010-07-14T23:52:28.550-07:00penyebaran agama ke suku batak<p>Topografi dan alam Tapanuli yang subur, telah menarik orang-orang Melayu Tua (Proto Melayu) untuk bermigrasi ke wilayah Danau Toba sekitar 4.000 - 7.000 tahun lalu. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang-orang Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke Sumatera dan Filipina sekitar 2.500 tahun lalu, dan kemungkinan orang Batak termasuk ke dalam rombongan ini.<span style="text-decoration: underline;"> </span>Selama abad ke-13, orang Batak melakukan hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau yang mana hal ini telah menginspirasikan pengembangan Aksara Batak.<span style="text-decoration: underline;"></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Batak" title="Aksara Batak" class="mw-redirect"><br /></a></p> Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kamper yang diusahakan oleh petani-petani Batak di pedalaman. Produksi kamper dari tanah Batak berkualitas cukup baik, sehingga kamper menjadi komoditi utama pertanian orang Batak, disamping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kamper banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.<br /><br /><h3><span class="mw-headline" id="Masuknya_Islam">Masuknya Islam</span></h3> <p>Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marcopolo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar yang musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibnu battutah, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Protestan. Kerajaan Aceh <span style="text-decoration: underline;"></span>di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Misionaris_Kristen">Misionaris Kristen</span></h3> <div class="dablink noprint">Sejarah masuknya Kekristenan ke suku Batak<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_masuknya_Kekristenan_ke_suku_Batak" title="Sejarah masuknya Kekristenan ke suku Batak"><br /></a></div> <p>Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. <span style="text-decoration: underline;"></span>Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.</p> <p>Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.</p> <p>Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Lodewyk Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.</p> <p>Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Nasrani dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya.<span style="text-decoration: underline;"></span> Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka,Sisingamangaraja XII wafat.</p> <h3><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Gereja_HKBP">Gereja HKBP</span></h3> <p>Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.</p> <h2><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Kepercayaan">Kepercayaan</span></h2> <p>Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam <i>Debata Natolu</i>.</p> <p>Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:</p> <ul><li><i>Tondi</i> : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.</li><li><i>Sahala</i> : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.</li><li><i>Begu</i> : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.</li></ul> <p>Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Ada juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular <i>(ulok)</i> dengan boru Hutabarat, dimana boru Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.</p>hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5846299723427634823.post-63250199849693764352010-07-14T22:35:00.000-07:002010-07-14T23:23:27.338-07:00sejarah suku batak<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"> <span style="font-size:100%;">Sebenarnya beberapa versi menghiasi sejarah tentang asal usul suku Batak. Singkatnya salah satu versi itu dapat dijelaskan begini :</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"> Suku Batak itu berasal dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, daerah pinggiran Danau Toba, lebih kurang delapan kilometer arah barat Pangururan, Kabupaten Toba Samosir.<br /><!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /><!--[endif]--></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Namun kalo itu tidak cukup, maka beginilah penjelasannya :</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"> Suku bangsa Batak itu adalah Proto Malayan, sama seperti suku bangsa Toraja. Mungkin ini adalah salah satu jawaban kok beberapa bahasa Toraja itu mirip dengan bahasa Batak. <span> </span>Sedangkan Neo Malayan itu turunannya adalah suku-suku bangsa Jawa, Bugis, Aceh, Minangkabau, Sunda, Madura dan sebagainya.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"> Jadi gitu, Suku bangsa Batak itu awalnya adalah salah satu suku dari Proto Malayan yang bermukim di pegunungan perbatasan Burma (Myanmar sekarang) dan Siam (Thailand sekarang). Selama ribuan tahun lamanya suku bangsa Batak itu bertempat tinggal dengan suku bangsa Proton Malayan lainnya, seperti Karen, Igorot, Toraja, Bontoc, Ranau, Meo, Tayal dan Wajo. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Zaman dulu suku-suku Proto Malayan itu <em></em>gak mau berhubungan dengan dunia luar. Mereka setia tinggaI di pegunungan. <span></span>Ini berbeda sekali dengan suku-suku Neo Malayan. <span> </span>Suku-suku Neo Malayan lebih suka tinggal di tepi laut atau tanah datar terbuka. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Tapi </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">semua itu berakhir. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Suku-suku Proto Malayan terpaksa berhenti menutup diri di pegunungan itu. Karena sekitar tahun 1000 Sebelum Masehi (SM), suku bangsa Mongol datang menyerang dan terpaksalah mereka kabur ke selatan, sepanjang sungai-sungai Irawady, Salween, serta Mekong. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Mereka gak cuma didesak oleh si suku-suku mongol itu. Ternyata mereka juga didesak bangsa Syan yang bukan Proto Malayan, tapi Palae Mongoloid. Jadinya sebagian besar suku-suku Proto Malayan itu terdesak sampai ke tepi laut di teluk Martaban . <em></em><br /></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Di tepi laut, kebudayaan Proto Malayan ini jadinya mulai kecampur dengan budaya Hindu (terakulturasi), Ini juga mempengaruhi bahasanya. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Seperti contohnya dalam bahasa Batak, istilah-istilah seperti debata, singa, surgo, batara dan mangaraja.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Suku-suku proto Malayan kurang senang bertempat tinggal di tepi laut karena kebiasaan mereka yang dul hidup di gunung serta terlalu banyak orang asing yang harus diperhitungkan.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Suku-suku dari Proto Malayan pun akhirnya terpisah-pisah. Suku-suku bangsa Proto Malayan yang kecil-kecil, banyak yang melancong dan akhirnya menetap di Filipina. Di situ mereka membentuk komunitas baru<span></span>. Disana mereka menolak agama Islam dan agama Katholik. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Padahal 90 persen orang Filipina, yang suku-sukunya Neo Malayan, beragama Islam dan agama Katholik, seperti suku Tagalog.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Ada juga yang ke Taiwan. Suku bangsa Tayal pergi ke puncak-puncak gunung di Taiwan sejak 3.000 tahun lalu sampai sekarang . </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"><span></span>Sejak 3.000 tahun di Taiwan mereka menolak segala macam agama. Tetapi sesudah Perang Dunia II mereka mulai mau menerima Kristen dari pendeta-pendeta Kanada, yang membawa ilmu kesehatan </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">modern.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Suku bangsa Toraja mendarat di Sulawesi. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Di situ mereka selama 3.000 tahun hingga sekarang kontra dengan suku-suku bangsa Bugis dan Makasar, yang adalah Neo Malayan. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"> Agama Islam sekitar 400 tahun sudah diterima Bugis dan Makasar. Tetapi suku Toraja gak mau. Tapi pas abad XX suku bangsa Toraja mau menerima Protestan Calvinist dari pendeta-pendeta Belanda.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Sementara suku Karen tetap bertahan di pegunungan Burma. Suku bangsa Karen tetap menolak agama Budha, yang dianut orang-orang Burma dan Siam. suku bangsa Karen<span> </span>sejak abad ke-XIX menerima agama Kristen/British Baptists dari pendeta-pendeta Inggris.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Sedangkan suku bangsa Ranau mendarat di Sumatera Barat, lalu selama 2.500 tahun berkurung di sekitar Danau Ranau. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Lepas dari segala pengaruh kerajaan Sriwijaya, kerajaan Darmasraya, dan apa saja yang timbul dan lenyap di Sumatera Selatan. Tapi sekitar tahun 1550 suku bangsa Ranau ditaklukkan kesultanan Banten, yang membutuhkan sekitar Danau Ranau untuk penanaman merica untuk ekspor. Nah, Tulisannya si suku bangsa Ranau inilah yang paling dekat ke tulisan Batak. Sedangkan bahasa Igorot (di Filipina) itulah bahasa terdekat dengan bahasa Batak.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Lalu suku bangsa Batak, mereka mendarat di pantai Barat pulau Sumatera. Di situ suku bangsa Batak terpecah menjadi beberapa gelombang . Gelombang pertama berlayar terus dan mendarat di pulau-pulau Simular, Nias, Batu, Mentawai, Siberut sampai ke Enggano (Sumatera Selatan).</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Gelombang kedua mendarat di muara sungai Simpang, sekarang Singkil. Mereka bergerak sepanjang sungai Simpang Kiri dan menetap di Kutacane. Dari situ mereka menduduki seluruh pedalaman Aceh. Itulah yang menjadi orang-orang Gayo, dan Alas.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Sementara gelombang ketiga mendarat di muara Sungai Sorkam, antara Barus dan Siboga. Memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal sebagai Doloksanggul dan belakangan menetap di kaki Gunung Pusuk Buhit (2005 meter), di tepi danau Toba sebelah barat, sekarang di seberang Pangururan. Dari situ berkembang dan akhirnya menduduki tanah Batak yang sekarang, antara Aceh dan Minangkabau, antara Samudera Hindia dan Selat Malaka.<br /></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Begitu ceritanya…</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">Tapi ada juga versi lainnya yang mengatakan Suku Batak berasal dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan, pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang Tamil di Barus. Pada tahun 1275 Mojopahit menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar tahun 1.400 kerajaan Nakur berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.</span></span></p><p><span style="font-size:100%;"><b>Batak</b> merupakan salah satu suku bangsa<span style="text-decoration: underline;"></span> di Indonesia<span style="text-decoration: underline;"></span>. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari tapanuli, Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Toba,Pakpak(Dairi),Karo,Simalungun,dan Angkola.</span></p> <p><span style="font-size:100%;">Sebagian orang Batak menganut Agama Kristen <span style="text-decoration: underline;"></span>dan sebagian lagi beragama Muslim. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim) dan juga penganut kepercayaan Animisme<span style="text-decoration: underline;"></span> (disebut Pelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.</span></p> <h2><br /></h2> <span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;"></span>hendrahttp://www.blogger.com/profile/18164102559103068156noreply@blogger.com1